Gubernur Koster menghadiri Rapat Paripurna ke-33 Masa Sidang III Tahun 2022, Senin (26/9). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perjuangan Gubernur Bali, Wayan Koster di dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengelolaan Aset Tanah di Pemerintah Provinsi Bali mendapatkan apresiasi dari Ketua sampai Anggota DPRD Bali. Apresiasi ini diungkapkan saat penyampaian Ranperda tentang APBD Semesta Berencana Provinsi Bali TA 2023 di Rapat Paripurna ke-33 Masa Sidang III Tahun 2022, Senin (26/9).

Pasalnya, mantan Anggota DPR RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini mampu meningkatkan harga sewa aset tanah Pemprov Bali di ITDC, Nusa Dua, Badung. Sewa yang semula Rp7 miliar di 2017-2021 naik berlipat-lipat menjadi Rp51 miliar per tahun di era kepemimpinan Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali tersebut.

Kenaikan harga sewa aset tanah Pemprov Bali di ITDC terjadi, setelah sebelumnya mantan Anggota Badan Anggaran DPR RI ini menemukan ketidakadilan dalam perjanjian kerjasama sebelum atau di 2017 antara Pemerintah Provinsi Bali dengan ITDC dan pihak ketiga. “Aset tanah Provinsi Bali di Nusa Dua yang dikerjasamakan dengan ITDC luasnya hampir 40 hektar itu harga sewanya hanya Rp6 miliar. Kemudian pada 2017 ada perbaikan sewa menjadi Rp7 miliar.

Baca juga:  Nama Bali Tak Disebut Jokowi, Ini 5 Wilayah Aglomerasi Jalani PPKM Level 3

“Menurut saya dari segi ekonomi, ini tidak masuk akal, karena itu saya minta untuk dievaluasi dengan melibatkan appraisal serta diadakan perubahan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga termasuk ITDC,” jelas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini.

Kemudian, kata Gubernur Koster sewa lahan Provinsi Bali di Nusa Dua yang Rp7 miliar tersebut dan dimulai pada 2017 itu tidak ada yang dibayar. “Baru ketahuan kasusnya pada 2021 melalui informasi yang saya dapatkan dari pihak ketiga. Saat itu juga, saya langsung panggil pihak ITDC,” jelasnya.

Ia menyatakan sangat kecewa betul dengan isi perjanjiannya, karena lahan di sana dibagi menjadi 3 zona. Zona A ditempati oleh ITDC yang sewanya 11 dollar per m2, Zona B merupakan lahan Provinsi yang sewanya 7 dollar per m2, Zona C sebagaian besar lahan Provinsi dan disitu sewanya hanya 0,2 dollar per m2.

Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini berulang kali menyatakan ini tidak adil. Pertama, dalam hal besaran sewa lahan antara lahan milik ITDC dan lahan Pemprov. Kedua, ITDC luas lahannya di sewa berdasarkan luas lahan yang ada, sedangkan lahan Pemprov Bali disewa hanya dari jumlah lahan yang dibangun, sedangkan yang tidak ada bangunannya tidak dibayar.

Baca juga:  Pekan Depan Ajukan ke Dewan, Isi Ranperda Desa Adat “Nyambung” dengan RUU Masyarakat Adat  

“Ini tidak benar, sehingga harga menjadi murah dan ini betul-betul mengecewakan. Atas hal itulah, saya berikan peringatan langsung 3 kali berturut-turut. Kalau tidak dipenuhi pelunasannya, saya langsung akan memutus hubungan kerja sama dan akan proses peradilan. Astungkara akhirnya dibayar di bulan Februari 2022 sebesar Rp43 milliar dan langsung masuk ke kas daerah,” ungkapnya.

Gubernur Wayan Koster kemudian menegaskan sekarang sudah ada kesepakatan baru terhadap perjanjian kerjasama sewa aset tanah Pemprov Bali di Nusa Dua dengan nilai sewa mencapai Rp51 miliar pertahun. “Saya sudah melanjutkan proses negosiasi baru dari Rp7 miliar menjadi Rp51 miliar, itu pun saya setujui dengan syarat sisa sewa 17 tahun dari perjanjian pertama harus dibayar dengan lunas. Jadi 17 kalau dikalikan Rp51 miliar itu mencapai Rp867 miliar.

Baca juga:  Ini, Komoditi yang Diwaspadai Picu Inflasi di Bali

Mengakhiri pidatonya, Gubernur Bali, Wayan Koster menyatakan di dalam perjanjian menyatakan tidak mau lagi ada zona, yang penting harga sewanya sesuai dengan appraisal, terserah mau digunakan untuk apa. “Terlalu bodo hal ini dibiarkan ditempat yang mewah, hanya dengan angka Rp7 miliar pertahun. Saya marah besar dengan ITDC dan pihak yang diajak kerja sama. Apalagi ada di dalam perjanjian itu ada kelemahan, dimana tanah yang disewakan dijadikan jaminan oleh pihak ketiga dengan mendapat kredit modal dari Bank tanpa sepengetahuan Pemerintah Provinsi Bali, yang mana kreditnya mencapai Rp2,5 triliun. Lalu sudah dapat kredit sebanyak Rp2,5 triliun, tapi kewajiban membayar tidak pernah dilakukan dari 2016-2021. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Gubernur Bali yang disambut tepuk tangan, karena perjuangan yang dilakukannya murni untuk kepentingan Pemerintah Provinsi Bali yang harus memberikan manfaat terhadap pembangunan di Bali. (kmb/balipost)

BAGIKAN