Parhyangan di Desa Adat Lumbanan yang merupakan warisan dari para pendahulunya. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Lumbanan di Kecamatan Sukasada memiliki warisan parhyangan dari para pendahulunya. Dari sekian pura yang dibangun oleh pendahulu di desa adat ini ada satu pura yang memiliki keunikan dibandingkan pura-pura yang lain. Keunikan ini dari kelengkapan palinggihnya. Di mana, di pura ini dilengkapi dengan patung berbentuk kendaraan roda empat.

Kelian Desa Adat Lumbanan, Gede Rawis, Rabu (28/9) menuturkan, secara resmi desa adat yang sekarang dipimpinnya itu terbentuk pada 1817 silam. Desa adat ini hanya memiliki satu banjar adat yang sama memakai kata lumbanan. Meski wilayahnya sempit, namun karena perkembangan penduduk belakangan ini, di desa adat ini tinggal sebanyal 210 kepala keluarga (KK).

Sejak terbentuknya, para pendahulu di desa adat ini kemudian membangun Pura Kahyangan Tiga meliputi, Pura Dalem, Pura Desa dan Pura Penyucian.

Selain itu, juga dibangun Pura Bencingah. Pura ini dikategorikan menjadi Pura Kayangan Desa. Akan tetapi, pura ini memiliki keunikan, di mana di areal pura ini dibangun satu buah patung berbentuk kendaraan roda empat. “Pura Bencingah ini masuk kayangan desa, dan kami warisi dari pendahulu karena memiliki keunikan dibandingkan pura-pura lain,” katanya.

Baca juga:  Desa Adat Seraya Lestarikan Gebug Ende dan Dulang Mapeed

Menurut Kelian Desa Adat Lumbanan Gede Rawis, sesuai refrensi dan petuah dari para pendahulunya, mengapa di Pura Bencingah dibangun patung berbentuk kendaraan roda empat, karena krama desa percaya kalau pura tersebut adalah stana Ida Bhatara penjaga wewidangan di Desa Adat Lumbanan.

Kemudian, terkait wujud patung berupa kendaraan roda empat, Kelian Desa Adat Lumbanan Gede Rawis menyebut, pada masa Mpu Kuturan bersama para pengikutnya datang ke Bali. Saat itu, Mpu Kuturan dan pengikutnya melakukan perjalanan dari Pura Pulaki di Kecamatan Gerokgak menuju Pura Besakih (Kabupaten Karangasem), secara tak sengaja ada salah seorang pengikutnya singgah di Dea Adat Lumbanan. Konon, pengikutnya itu adalah pengemudi kendaraan yang digunakan pada perjalanan Mpu Kuturan pada masa lalu.

Baca juga:  Memanfaatkan Teba Mengasah Talenta di Masa Pandemi

Dari hal itu, para pendahulu di Desa Adat Lumbanan mendapat pawisik agar di areal Pura Bencingah dibangun patung berbentuk kendaraan roda empat. Bentuk patung ini dipilih untuk menandakan jika di Desa Adat Lumbanan pernah disinggahi perjalanan suci Mpu Kuturan di Bali.

Selain itu, sejak dibangun krama desa meyakini dan sangat menyakralkan pura tersebut. Bahkan, krama desa percaya ketika hari-hari tertentu dari aral pura ini muncul suara seperti klakson kendaraan atau suara magis lain. Krama mempercayai jika sampai muncul suara itu, menandakan akan terjadi kejadian besar. “Kalau dibangunnya, sekitar tahun 1970 yang lalu. Krama kami sangat mempercayai kalau di sana adalah penjaga keselamatan wewidangan desa adat,” jelasnya.

Baca juga:  Karang Taruna Desa Belalang Rancang Konsep Festival Kedungu

Menurut Kelian Desa Adat Gede Rawis, melihat keunikan dan daya megis di Pura Bencingah, membuat pihkanya bersama prajru di desa adat dan krama desa berkomitmen menjaga kelestarian parhyangan di desa adat. Ini sejalan dengan visi misi Gubernur Bali Wayan Koster melalui kebijakan Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB). Dengan kebijakan itu dan diikuti dengan alokasi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, pihaknya telah berhasil melakukan penataan parhyangan di desa adat.

Rencananya, penataan juga akan dilakukan di areal Pura Bencingah. “Secara bertahap kami gunakan BKK Pemprov Bali menata parhyangan seperti di Pura Desa. Secara bertahap nanti juga kami melakukan pemeliharaan di Pura Bencingah, dan memang kondisisnya sekarang sudah tertata karena bakti krama kami begitu tinggi dengan melakukan pemeliharaan di pura itu secara swadaya,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN