Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) didampingi Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra melaksanakan persembahyangan Tumpek Wayang di Pura Pusering Praja Mandala Kantor Gubernur Bali, Sabtu (1/10). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) didampingi Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra melaksanakan persembahyangan Tumpek Wayang di Pura Pusering Praja Mandala Kantor Gubernur Bali, Sabtu (1/10). Persembahyangan dipuput Ratu Shri Bhagawan Putra Nata Nawa Wangsa Pamayun pada, Sabtu (1/10).

Atas nama Pemerintah Provinsi Bali, Gubernur Koster mengucapkan Rahajeng Rahina Tumpek Wayang. “Semoga kita senantiasa dalam keadaan sehat dan bahagia, serta diberikan kekuatan lahir batin,” ujar Gubernur Koster.

Gubernur Koster mengatakan bahwa tradisi orang Bali, Tumpek Wayang dikenal sebagai Otonan Wayang dan Otonan Jagat. Bagi masyarakat yang memiliki wayang (para dalang) akan melakukan upacara yadnya pada hari ini. Demikian halnya jika dalam keluarga memiliki anak yang lahir pada Wuku Wayang, maka mereka melakukan upacara dan upakara Bayuh Oton dengan pementasan Wayang Sapuh Leger pada hari suci ini.

Baca juga:  Bangun Desa Adat, Gubernur Koster Tuai Apresiasi Anggota DPR RI

Dikatakan, Tumpek Wayang dianggap hari yang sangat sakral karena merupakan pertemuan beberapa waktu terakhir/transisi, yaitu: Kajeng (waktu terakhir dalam siklus Tri Wara), Kliwon (waktu terakhir dalam siklus Panca Wara), Saniscara (waktu terakhir dalam siklus Sapta Wara), dan Tumpek Wayang adalah tumpek yang terakhir dalam siklus kalender Bali.

“Tumpek Wayang juga dianggap Otonan Jagat, hari yang sangat baik untuk pembersihan, penyucian, dan pemuliaan alam semesta (jagat raya) beserta isinya termasuk manusia yang ada di dalamnya,” ujar Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini dihadapan Kepala OPD Pemprov Bali.

Lebih lanjut orang nomor satu di Pemprov Bali ini menjelaskan dalam mitologi Siwa Nataraja disebutkan, ketika pertama kali tercipta, dunia dalam kondisi tidak stabil sehingga tidak ada kehidupan di muka bumi. Prihatin terhadap keadaan dunia yang labil, Dewa Siwa dalam prabawa Natha Raja (raja diraja) kemudian memutar dunia dengan gerakan menari, sehingga tercipta keteraturan ritme dan harmoni di bumi.

Baca juga:  Untuk Kader Tak Dapat Rekomendasi, Ini Pesan Koster

Dunia menjadi stabil dan sejak saat itulah kehidupan di muka bumi mulai ada, diawali dari tumbuh- tumbuhan, binatang, kemudian manusia. Keberhasilan Dewa Siwa menciptakan keteraturan dan harmoni bumi beserta sarwa prani (makhluk hidup) inilah kita muliakan dengan Upacara Jagat Kerthi yang salah satunya dirayakan pada Rahina Tumpek Wayang.

“Jadi secara niskala, kehadiran kita di sini bukan sekadar kumpul bareng, tetapi sebuah laku ritual untuk sujud syukur kehadapan Tuhan sebagai pencipta dan penguasa Alam Semesta,” ungkapnya.

Secara sekala, Gubernur Bali jebolan ITB ini menyatakan di dalam upaya melindungi dan memuliakan alam semesta (jagat raya), Pemerintah Provinsi Bali dengan Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, telah menerbitkan berbagai produk regulasi. “Pada kesempatan ini, Saya perlu menegaskan dan menghimbau kembali seluruh krama Bali agar secara serius, konsisten, dan berkesinambungan menjalankan berbagai regulasi Pemerintah Provinsi Bali, yaitu Pergub Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali Pakai, Pergub Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik, Pergub Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih, Pergub Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, Pergub Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, dan Pergub Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut,” ungkapnya.

Baca juga:  Polemik Mutasi, Sekda Bali Tunggu Jawaban Bupati Karangasem

Gubernur Koster mengatakan semua Peraturan Gubernur tersebut bertujuan untuk melindungi, menyucikan, dan memuliakan alam semesta termasuk manusia yang ada di dalamnya. “Mari kita rawat bumi pertiwi tempat kita hidup ini dengan laku harmoni, yaitu memahami ritme alam semesta, bukan menguasai atau mengeksploitasinya. Dengan demikian bumi pertiwipun akan memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada kita sekalian,” pungkasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN