DENPASAR, BALIPOST.com – Jika secara nasional inflasi tahunan (yoy) pada September mendekati angka enam persen (5,95), Bali justru melewati angka nasional yakni 6,84 persen. Kondisi ini, menurut sejumlah pengamat ekonomi, harus disikapi dengan upaya penghematan dan efisiensi.
Guru Besar Universitas Undiknas, Prof. IB Raka Suardana, Senin (3/10) mengatakan di tengah situasi ini masyarakat harus berhemat. Masyarakat harus hemat karena pendapatan riil menurun dan dunia usaha harus efisiensi agar dapat bertahan,” katanya.
Ia menambahkan inflasi memang tidak bisa dibendung. Kondisi ini tidak hanya dialami Indonesia, juga di dunia. Bahkan kondisi di dunia lebih parah dengan tingkat inflasi di atas 10%.
Inflasi tersebut telah direspons oleh bank sentral masing-masing negara dengan menaikkan suku
bunga acuan. Namun, hingga saat ini belum terlihat dampak dari kenaikan suku bunga acuan terutama di
Amerika Serikat.
Yang terjadi justru pertumbuhan ekonomi melemah karena dunia usaha melambat. “Kondisi ini sangat
mengkhawatirkan dan telah diprediksi oleh berbagai survei. Memang agak berat,” ujarnya.
Jika dunia usaha dibebankan dengan kebijakan untuk menyelamatkan kas negara, dampaknya pada pengangguran dan kemiskinan. Jika hal ini terjadi maka kondisi akan semakin mengkhawatirkan.
Kepala BPS Bali, Hanif Yahya secara daring di Denpasar, Senin (3/10) menyampaikan, tingkat inflasi tahun kalender (year to date/ytd) Bali di September 2022 sebesar 5,45 persen. Tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2022 terhadap September 2021 atau yoy) tercatat setinggi 6,84 persen.
Pada September 2022 IHK Gabungan Kota Denpasar dan Kota Singaraja tercatat mengalami inflasi setinggi 6,84 persen secara year on year (yoy). Inflasi September 2022 secara yoy lebih tinggi dari posisi inflasi Agustus 2022 yang mencapai 6,38% (yoy). (Citta Maya/balipost)