DENPASAR, BALIPOST.com – Sejumlah dampak paling berat dialami krama Bali ketika angka inflasi terus naik yakni ancaman gelombang PHK, angka pengangguran bertambah, dan makin tingginya angka kemiskinan. Semua ini membuat daya beli masyarakat Bali makin terpuruk. Demikian diungkapkan Guru Besar Ekonomi Universitas Udayana Prof. Wayan Suartana dan Pengusaha, Panudiana Kuhn menganggapi inflasi Bali yang terus naik.
Wayan Suartana, Selasa (4/10) memaparkan alasan kemiskinan dan pengangguran makin membengkak karena Bali masih tergantung dari kedatangan
wisatawan dari berbagai negara yang notabene di negaranya juga mengalami resesi. Di sisi lain, kata dia, industri pariwisata dengan alat tukar dolar kelihatan menguntungkan karena turis akan berbelanja lebih murah.
Tetapi bagi krama Bali tidak berpengaruh signifikan karena kunjungan wisatawan juga masih sekitar 40 persen dari kondisi normal sebelum COVID-19. Ia minta pemerintah daerah harus cepat bergerak dengan mengeksekusi kegiatan yang berdampak langsung kepada masyarakat.
Menurutnya, sejumlah langkah harus dilakukan agar ekonomi Bali tidak mengalami goncangan terlalu jauh. Pemprov Bali dan kabubaten/kota agar memantau terus pergerakan harga secara real time. Kedua, mengeksekusi kegiatan yang berdampak langsung terhadap peningkatan produksi dan produktivitas masyarakat. Ketiga, ekonomi lokal Bali diberi insentif, baik pada skala makro maupun mikro (individu dan rumah tangga).
Keempat, BLT dimonitor terus kesahihan data dan sasarannya. Kelima, Bali harus melirik kunjungan wisatawan dari Asia dan Australia yang relatif tidak mengalami resesi tetapi lebih pada pelambatan
pertumbuhan. Suartana menyarankan konsumsi domestik atau private consumption harus terus digenjot.
Pengusaha senior Panudiana Kuhn saat wawancara
Bali Post Talk mengatakan, ancaman PHK besar-besaran tak dapat dielakkan karena ekonomi melambat akibat tekanan inflasi. Pengangguran
yang sebelumnya sempat turun pada Agustus 2022, terancam meningkat lagi karena tidak terserapnya tenaga kerja yang baru menamatkan pendidikan.
Krama Bali akan kehilangan pendapatan formalnya
dan kembali pada pendapatan informal yang tidak menentu, sama seperti saat pandemi. Ia berharap ada kesepakatan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pekerja jika memang PHK jalan keluar terakhir. “Ancaman PHK pasti terjadi, sekarang pun demikian hanya saja sembunyi-sembunyi. Jadi Bali
harus kencangkan ikat pinggang, terus bergerak agar roda ekonomi tetap berputar. Selama ada pergerakan, ekonomi bisa terjaga apalagi didorong dengan
pembangunan infrastruktur,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)