DENPASAR, BALIPOST.com – Resesi global tahun depan semakin nyata. Pariwisata Bali yang dirancang untuk wisatawan asing terancam kena imbas. Hal ini diakui Ketua IHGMA Bali, Dr. Yoga Iswara, BBA., BBM., M.M., CHA, Senin (3/10).
Ia mengatakan kondisi ini memang perlu waspada, namun tidak perlu panik. “Bali bisa dan akan terpuruk jika kita tetap menggunakan pola lama yaitu pola yang digunakan sebelum Pandemi COVID-19, khususnya di sektor pariwisata,” ujarnya.
Berdasarkan International Tourism Leaders Summit (ITLS) 2022 yang menyimpulkan bahwa saat ini pariwisata sudah tidak relevan lagi digaungkan sebagai the leading sector. Pariwisata harus tampil lebih membumi, realistik, lebih bijaksana, dan dapat
memberikan manfaat yang lebih luas.
Pariwisata sudah saatnya bertransformasi dari The Leading Sector menjadi The Trans Sector bersinergi, berkolaborasi, dan seiring-sejalan dengan dengan sektor lainnya dalam menciptakan benefit yang
berkelanjutan. “Pembelajaran terbaik dari Pandemi
Covid-19 adalah bagaimana Bali harus melakukan diversifikasi ekonomi. Artinya sektor primer dan sekunder harus diperkuat untuk mewujudkan konsep ekonomi Bali yang mandiri dan berdikari,” ujarnya.
Penguatan sektor primer dan sekunder ini harus mendapatkan dukungan penuh dari sektor tersier yaitu sektor pariwisata yang telah bertransformasi menjadi Trans Sector. Hal ini juga memberikan definisi baru terkait pariwisata yaitu Trans-sektor yang menjadi penghubung, konektor, atau aktivator dalam mengintegrasikan berbagai sektor dalam menciptakan value dan benefit untuk semua stakeholders (pengampu kepentingan) secara berkelanjutan.
Langkah antisipasi Bali yang kedua, yang bisa dilakukan adalah memperkuat segmen pasar domestik yang telah terbukti menghidupkan Bali selama pandemi. Bahkan jumlah traveler domestik pada 2020 secara nasional mencapai 518,57 juta kali, masih jauh sekali dengan pencapaian Bali terhadap pasar domestik di tahun yang sama.
Keberhasilan Bali dalam mengelola pasar domestik bisa menjadi safety net yang aman untuk Bali dalam melakukan mitigasi agar ekonomi Bali tidak terjun bebas. Namun, khusus strategi ini membutuhkan dukungan dan intervensi pemerintah dalam menciptakan ekosistem agar harga tiket pesawat tidak melambung tinggi dan juga jumlah armada penerbangan bisa ditambahkan.
Bali memiliki spirit bangkit yang kuat, pengalaman jatuh bangun selama ratusan tahun dapat menjadi sumber ketangguhan untuk Bali. “Tinggal kita cepat melakukan kontemplasi dan menerapkan strategi yang tepat serta selalu berinovasi untuk bisa bangkit, tumbuh dan menjadi lebih tangguh lagi ke depannya,” imbuh doktor lulusan Universitas Udayana ini. (Citta Maya/balipost)