Kepala BNPT RI Komjen Pol Boy Rafli Amar. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Foreign Terrorist Fighters (FTF) masih menjadi ancaman terhadap keamanan kawasan Asia Tenggara, khususnya di Malaysia, Filipina, dan Indonesia. “Isu FTF saat ini masih menjadi tantangan yang harus diatasi secepatnya, pergerakan warga negara ke daerah konflik untuk mendukung kelompok teroris tidak boleh terulang kembali ke depannya,” kata Kepala BNPT RI Komjen Pol. Boy Rafli Amar, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Kamis (13/10).

Boy menekankan bahwa tiap negara tidak boleh lengah. Terbuka kemungkinan warga negaranya melakukan pergerakan lintas batas untuk bergabung dengan organisasi teroris internasional.

Baca juga:  Ancaman Gelombang Ketiga Dipengaruhi Vaksinasi Yang Belum Memadai

Seiring dengan meredanya situasi pandemi COVID-19, longgarnya pembatasan perjalanan antarwilayah, menurut dia, berpotensi menjadi celah yang dimanfaatkan FTF untuk melakukan pergerakan lintas negara. FTF bisa bergabung dengan kelompok teroris ISIS atau jaringan Al-Qaeda.

Perwakilan Polisi Federal Australia (AFP) Warwick Macfarlane mendukung UNODC untuk memahami ancaman yang ditimbulkan oleh FTF dan afiliasinya di Asia Tenggara.

Menurut dia, komunikasi menjadi bagian penting dalam mencegah ancaman dari FTF yang kembali ke negaranya. “Pengelolaan FTF dan keluarganya merupakan tantangan yang umum bagi banyak negara dan wilayah, kerja sama internasional, berbagi informasi dan komunikasi sangat penting untuk mengelola para returnee yang dapat mengancam keamanan kita,” kata Warwick Macfarlane.

Baca juga:  Gumuk Pasir Parangtritis Ditingkatkan Statusnya Menjadi Geopark Nasional

Sebanyak tiga negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina, bertemu di Bali untuk membahas ancaman Foreign Terrorist Fighters (FTF) pada tanggal 11—12 Oktober 2022. Seiring dengan meredanya pandemi COVID-19, ancaman FTF meningkat dengan melintasi berbagai negara.

Bertindak sebagai penyelenggara adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) yang berkolaborasi dengan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).

Delegasi dari Indonesia adalah BNPT dan Densus 88 Antiteror. Demikian pula dari Malaysia dan Filipina, diwakili oleh pemangku kepentingan yang terkait terorisme. (Kmb/Balipost)

Baca juga:  Calon Penumpang Pesawat Ngamuk, Security dan Polisi Dipukuli

 

BAGIKAN