DENPASAR, BALIPOST.com – Akuntan publik yang hadir di Pengadilan Tipikor Denpasar sebagai ahli dalam kasus dugaan korupsi LPD Desa Adat Serangan, cukup membuka dugaan penyimpangan di LPD Serangan. Saat dihadirkan sebagai ahli oleh JPU Catur Rianita Dharmawati, I Ketut Kartika Widnyana dkk., Selasa (18/10), ahli Akuntan Publik, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, di hadapan majelis hakim pimpinan Gede Putra Astawa, dalam kesimpulan atas investigasinya menyebutkan menemukan total ada penyimpangan senilai Rp7,2 miliar lebih.
Sementara dalam dakwaan JPU, dalam kasus LPD Serangan, berdasarkan audit ditemukan kerugian negara/daerah Cq LPD Desa Adat Serangan sebesar Rp 3.749.118.000.
Dalam kasus ini, duduk sebagai terdakwa Kepala LPD Desa Adat Serangan I Wayan Jendra (didampingi kuasa hukumnya I Made Mastra Arjawa) dan Tata Usaha LPD Desa Adat Serangan Tahun 2015 sampai dengan tahun 2020 dan Ni Wayan Sunita Yanti (didampingi Putu Angga Pratama Sukma dkk) selaku tata usaha.
Ahli Prof. Ramantra melakukan audit investigasi LPD Serangan diminta oleh LPLPD dan perwakilan desa adat. Sehingga dilakukan klarifikasi atas laporan keuangan 2017, 2018 dan 2019. Ahli juga membandingkan transaksi yang terjadi di LPD dan mengkonfirmasi kebenarannya. Baik soal perjanjian kredit, pemerikaaan pembukuan dan laporan keuangan, serta klarifikasi pada masyarakat, pengurus dan lainnya termasuk pengawas.
Fakta yang didapat? tanya jaksa. Ahli mengatakan, kesimpulannya adalah terdapat penyimpangan dana transaksi, antara apa yang dicatatkan dalam buku, dengan hasil audit yang dilakukan berbeda. Dan terdapat penyimpangan Rp7,2 miliar lebih.
Siapa yang bertanggungjawab? Kejar kuasa hukum terdakwa. Ahli tidak merinci secara spesifik, namun secara organisasi yang mesti bertanggungjawab ada pengurus LPD seperti ketua, sekretaris, bendara dan staff.
Sementara ahli Dr. Suba Karma Resen, yang merupakan ahli keuangan negara, ditanya pendapat soal apa itu keuangan negara dan rentetannya. Seperti dana yang bersumber dari pemerintah, baik APBD maupun APBN.
I Made Mastra Arjawa menyatakan ada pernyataan ahli yang ambigu. “Ambigu karena kebanyakan jawabannya tidak tahu. Termasuk soal deposito orang asing. Mestinya dalam investigasi, deposito orang asing ini mesti dicek,” jelasnya.
Sedangkan Angga Pratama Sukma menyatakan kerugian negara dalam kasus ini bekun dapat dipastikan. “Tadi akuntan publik memang sebut Rp7,2 miliar. Tapi mestinya harus dirinci. Kerugian negara berdasarkan penjelasan Pasal 32 ayat 1, bahwa kerugian negara harus nyata, dan dapat diperhitungkan secara pasti. Dari keterangan ahli, angka pasti kerugian negara belum bisa dipastikan,” sebut Angga. (Miasa/balipost)