Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Polarisasi politik yang terus dipelihara dapat kian memudahkan terjadinya perpecahan dan ketidakpercayaan di antara elemen-elemen bangsa ini. Politik yang penuh caci maki, olok-olok, kebencian, dan dendam wajib kita jauhi, karena sangat tidak menopang bagi terjalinnya persatuan dan kesatuan anak bangsa.

Sebagai gantinya, politik yang dilandasi kasih sayang dan persaudaraan seyogianya selalu kita ke depankan. Benih-benih empati dan kasih sayang perlu terus kita biakkan untuk mewarnai ranah politik kita. Jalan menuju gelaran pemilihan umum (pemilu) 2024 sudah membentang.

Proses pendaftaran partai politik (parpol) telah dilakukan beberapa waktu lalu. Sementara itu, safari politik mulai pula digalang antara para elite parpol untuk menjajagi kemungkinan koalisi dalam menghadapi pemilu mendatang.

Pemilu dapat dimaknai sebagai ajang kontestasi demokrasi di mana para pesertanya bertarung untuk meraup suara rakyat, yang berujung pada raihan kursi kekuasaan. Kontestasi pemilu adalah bagian dari mekanisme politik di mana kekuasaan itu direbut atau juga dipertahankan.

Kemenangan pemilu menjadi hal penting untuk diperjuangkan. Namun, kemenangan dalam pemilu tentu saja haruslah dicapai dengan cara-cara elegan nan bersih dan kekuasaan yang diraih kemudian didedikasikan sepenuhnya untuk kebaikan bersama. Hal inilah yang semestinya diprioritaskan oleh para pengelola parpol dan para pelaku politik kita.

Baca juga:  Paradoks Pengelolaan Kinerja Guru

Politik sendiri adalah aktivitas mulia. “Politics is a noble activity,” begitu pernah dinyatakan Paus Fransiskus. Maka, kita pun ingin setiap aktivitas politik di republik ini bukan lagi didasari pada pragmatisme sempit yang cuma sebatas bagaimana meraih dan mempertahankan
kekuasan.

Namun, lebih dari itu yaitu bagaimana akhirnya kekuasaan dimanfaatkan untuk membela kepentingan publik luas dan sekaligus menuntun masyarakat kita menapaki jalan kehidupan yang semakin beradab menuju kepada lahirnya sebuah masyarakat yang sejahtera, adil serta makmur, baik lahir maupun batin.

Kita sudah sama-sama ketahui, kontestasi dua pemilu sebelumnya telah melahirkan polarisasi yang sengit di tengah masyarakat kita, di mana masyarakat secara garis besar terbelah menjadi kubu-kubu yang saling berseberangan. Repotnya, polarisasi tidak lantas berhenti ketika kontestasi pemilu berakhir, melainkan terus berlanjut seolah ingin terus diwariskan hingga ke generasi-genera￾si berikutnya.

Baca juga:  Pengembangan Kecerdasan Naturalis : Tamasya Versus Karyawisata

Politik yang dilandasi kasih sayang dan persaudaraan seyogianya selalu kita kedepankan. Politik yang penuh caci maki, olok-olok, kebencian, dan dendam wajib kita jauhi, karena sangat tidak menopang bagi terjalinnya persatuan dan kesatuan bangsa ini sebagaimana dicita-citakan dalam dasar negara kita.

Kurang Empati

Salah satu sumber kasih sayang adalah empati, yakni kemampuan untuk memahami secara emosional apa yang orang lain rasakan, seraya berusaha melihat sesuatu dari sudut pandang mereka, dan membayangkan diri kita sendiri di posisi mereka. Singkatnya, empati adalah bagaimana kita menempatkan diri pada posisi orang lain
dan sekaligus merasakan apa yang seharusnya mereka rasakan.

Kesediaan mendengar adalah kunci bagi lahirnya empati dan kasih sayang. Oleh sebab itu, para elite parpol mesti lebih banyak mendengar suara rakyat, terutama kelompok-kelompok rakyat yang selama ini terpinggirkan.

Tantangan bangsa ini ke depan bakal semakin berat. Banyak persoalan yang harus kita selesaikan. Problem korupsi, kesenjangan ekonomi, kemiskinan, perubahan iklim, ketahanan pangan, ketahanan energi, peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kualitas sumber daya manusia,

Baca juga:  Benarkah Hindu akan Bangkit?

penyediaan lapangan kerja, krisis air bersih, ancaman penyebaran penyakit menular adalah beberapa persoalan yang bangsa ini harus hadapi. Persoalan-persoalan tersebut akan semakin sulit kita atasi apabila bangsa ini terus disibukkan dengan polarisasi politik akibat aktivitas politik hanya didasari pada pragmatisme sempit yang
cuma sebatas bagaimana meraih mempertahankan
kekuasan, — dengan segala cara — dan kemudian
memanfaatkannya untuk memenuhi kepentingan jangka pendek sesaat segelintir elite tertentu.

Kebersamaan sebagai bagian sebuah bangsa dan negara perlu tetap dinomorsatukan. Bangsa dan negara ini akan semakin sehat apabila para elite serta rakyatnya selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan sehingga proses kehidupan berbangsa dan bernegara kita terus bergerak ke
arah yang lebih positif dan lebih menjanjikan. Untuk itu, benih-benih empati dan kasih sayang perlu terus kita biakkan agar kian mewarnai segenap kehidupan bangsa ini.

Penulis, Kolumnis dan Bloger

BAGIKAN