Cangkang Simcard dan kartu perdana bekas dikumpulkan untuk kemudian diolah menjadi produk conblock dan pegangan HP. (BP/iah)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Cangkang Simcard dan kartu perdana bekas yang sudah tidak digunakan disulap menjadi “Conblock” dan Pegangan HP (smartphone holder). Hal ini dilakukan Telkomsel bekerja sama dengan PlusTik.id sebagai salah satu upaya kampanye “Jaga Bumi.”

Dalam peluncuran kampanye yang dilakukan Kamis (20/10) di Kuta, Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono mengatakan, pihaknya berkeinginan untuk mengelola sendiri sampah plastik yang dihasilkan. Telkomsel Jaga Bumi, jelasnya, merupakan salah satu program inisiatif CSR yang dihadirkan untuk membuka peluang bagi seluruh masyarakat Indonesia agar dapat terlibat langsung dalam menjaga kelestarian dan masa depan bumi.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021, total sampah plastik Indonesia mencapai 11,6 juta ton. Jika dipersentasekan, sampah plastik mencapai 17 persen dari total sampah nasional yang mencapai 68,5 juta ton.

Sebagai langkah awal, katanya, Telkomsel berfokus pada isu pengelolaan waste management dengan menjalin kolaborasi bersama platform PlusTik untuk mendaur ulang hasil limbah kartu perdana yang berbahan material plastik di Bali. Produk yang didaur ulang ini mencakup kemasan kartu perdana dan cangkang simcard.

Baca juga:  Jaja Gipang Masih Tetap Eksis

Dipilihnya dua produk ini karena sampah terbesar yang dihasilkan operator telekomunikasi adalah simcard dan cangkangnya. Di Indonesia, jumlah produksi mencapai 200 juta simcard per tahun untuk semua operator. Umumnya, konsumen membuang packaging dan cangkangnya di outlet.

“Melalui aksi kolaboratif bersama PlusTik, Telkomsel mengambil langkah terdepan untuk menghadirkan solusi atas persoalan limbah plastik di Indonesia. Upaya ini sekaligus menjadi langkah Telkomsel dalam membantu pemerintah, sekaligus dukungan terhadap pembangunan berkelanjutan yang menjadi salah satu pembahasan utama pada forum G20,” ujarnya.

Sementara itu, Founder dan CEO PlusTik Reza Hasfinanda menyampaikan langkah yang dilakukan Telkomsel untuk mengolah limbah hasil kemasan dan cangkang kartu perdananya merupakan hal yang positif. “Kolaborasi ini menunjukkan bahwa Telkomsel benar-benar peduli dan bertanggung jawab terhadap sampah plastik yang mereka hasilkan,” ujarnya.

Baca juga:  Sambut Natal, Telkomsel Serahkan Sembako dan Perlengkapan Anak

Ia pun menjelaskan proyek pendaurulangan sampah plastik milik operator selular ini menggandeng mitra outlet reseller Telkomsel. Kerja sama baru dilakukan di Bali dan diharapkan bisa berkembang ke seluruh Indonesia.

Prosesnya, Telkomsel terlebih dahulu akan mengumpulkan dan mendata jumlah sampah plastik dari limbah kartu perdana bekas pakai maupun yang berhasil dikumpulkan pada setiap periode tertentu. Kemudian, sampah plastik tersebut diambil oleh PlusTik untuk didaur ulang menjadi sejumlah produk, seperti smartphone holder dan pavement blocks.

Conblock yang dihasilkan dari daur ulang sampah plastik cangkang simcard dan kartu perdana bekas diperlihatkan manajemen Telkomsel dan PlusTik, Kamis (20/10) di Kuta, Badung. (BP/iah)

Smartphone holder hasil daur ulang akan didistribusikan kembali ke outlet-outlet reseller dan dapat digunakan untuk smartphone yang mereka display. Kemudian untuk produk pavement blocks (conblock) yang dihasilkan akan digunakan oleh Telkomsel sebagai bahan material untuk kebutuhan renovasi maupun pembangunan fasilitas gedung baru di masa mendatang.

Baca juga:  Ratusan Pelanggan Telkomsel Bali Nobar "Bandelnya Judith"

Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, KLHK, Ni Komang Shanti sangat berterima kasih pada pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan. Ia menilai tindakan Telkomsel yang mulai melakukan daur ulang sampah plastik yang dihasilkan sangat positif.

Sebab, hal ini akan memperpanjang umur produk. “Kita perpanjang umur produk, jangan sekali pakai. Pada nantinya akan memberikan manfaat ekonomi berkelanjutan yang disebut circular economy,” ujarnya.

Ia pun menekankan teknologi harus beriringan dengan kelestarian lingkungan. Sebab, lingkungan pada suatu saat tidak akan bisa kembali atau menyembuhkan dirinya sendiri.

Mencegah kemungkinan ini, dijelaskannya, tanggung jawab produsen (peta jalan produsen) untuk mengurangi dan mengolah sampah plastik sudah disusun oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Peraturan tingkat nasional ini juga sudah diadopsi oleh Bapak Gubernur Bali, Wayan Koster melalui sejumlah peraturan daerah terkait pengurangan sampah plastik,” jelasnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN