I Made Agus Adnyana. (BP/Istimewa)

Oleh I Made Agus Adnyana

Awal September 2022, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dengan beberapa alasan, diantaranya lonjakan harga minyak dunia, beban subsidi yang semakin meningkat dan ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM. Sampai saat ini kenaikan BBM ini masih menjadi polemik di masyarakat, terutama dampak dari kenaikan harga BBM tersebut.

Perhatian khalayak tertuju pada inflasi yang akan meningkat sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, yang natinya juga berimbas pada tingkat kemiskinan. Beberapa hari lalu, Badan Pusat Statistik telah merilis angka inflasi Setember 2022, dimana inflasi gabungan dua kota inflasi Bali yaitu Kota Denpasar dan Kota Singaraja pada September tercatat sebesar 0,54 persen, sehingga secara year on year inflasi gabungan Provinsi Bali menjadi 6,85 persen.

Penyumbang Inflasi bulan September ini adalah kelompok transportasi, dimana kelompok ini merupakan kelompok
yang terdampak langsung dari kenaikan harga BBM. Komdotitas pangan belum mengalami peningkatan harga, justri komponen volatile food mengalami deflasi sebesar -3,33 persen.

Baca juga:  Meski Harga Minyak Dunia Turun, Ini Alasan Pemerintah Naikkan BBM

Kelompok transportasi mengalami inflasi yang tertinggi di bulan September ini yaitu sebesar 9,47 persen, dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 1,09 persen. Komoditas bensin sendiri yang masuk dalam kelompok transportasi memberikan andil tertinggi di kelompok tersebut terhadap inflasi, dengan andil sebesar 1,02 persen.

Sebaliknya, kelompok makanan, minuman dan tembakau
justru mengalami deflasi sebesar 1,75%. Begitupun dengan kelompok perlengkapan rumah tangga yang ikut meredam gejolak kenaikan inflasi. Kedua kelompok tersebut cukup mampu menghambat laju inflasi bulan September dengan andil nya terhadap inflasi umum sebesar -0,67 persen.

Melihat uraian di atas, ada dua kemungkinan yang memengaruhi inflasi September tersebut. Pertama adalah kebijakan pemerintah daerah yang berhasil mengendalikan inflasi, khususnya bahan pangan. Kedua adalah dampak ikutan dari kenaikan BBM belum berimbas pada komoditas pangan maupaun kelompok perlengkapan rumah tangga.

Selain itu, sisa-sisa panen raya untuk komoditas pangan khususnya hortikultura masih ada, sehingga penawaran untuk komoditas tersebut masih tinggi yang menyebabkan harga-harga komoditas tersebut cenderung turun.

Baca juga:  Belum Ada Rapat Soal Pembatasan BBM Bersubsidi

Jika melihat dari data historis, saat terjadi kenaikan BBM di
pertengahan November 2014, terjadi inflasi yang cukup tinggi di bulan yang sama, dan lebih tinggi lagi di bulan
berikutnya. Dampak dari kenaikan harga BBM tidak hanya terjadi saat BBM dinaikkan, namun ada waktu yang dibutuhkan untuk membawa naik harga-harga barang komoditas di luar BBM.

Jika melihat historis tersebut dan disandingkan dengan keadaan saat ini, inflasi yang terjadi di bulan September ini sepertinya akan terus berlanjut di Oktober mendatang.

Namun, jika melihat lagi historis pergerakan inflasi dalam lima tahun ke belakang di November dan Desember selalu terjadi inflasi, terutama di Desember yang terdapat liburan
Natal dan Tahun Baru. Untuk itu, pemerintah daerah perlu mempersiapkan langkah-langkah antisipasi untuk dapat terus mengendalikan inflasi di bulan-bulan pascakenaikan BBM.

Langkah-langkah pengendalian inflasi yang telah dilakukan pemerintah di September lalu perlu terus dilakukan. Pasar murah perlu terus dilakukan karena daya beli masyarakat yang masih rendah akibat pandemi Covid-19 dan belum pulihnya pariwisata Bali yang merupakan tulang punggung perekonomian Bali.

Baca juga:  Dampak Pembebasan PHR bagi Bali

Inflasi diluar kelompok transportasi harus lebih dikendalikan, terutamanya adalah kelompok pangan, karena kemungkinan kelompok ini akan mengalami kenaikan harga-harga akibat permintaan yang akan meningkat menjelang beberapa hari raya keagamaan serta liburan Natal dan Tahun Baru. Kerja sama antardaerah yang merupakan sentra produksi dengan daerah yang merupakan sentra konsumsi terus dilakukan untuk dapat menstabilkan harga dengan tidak merugikan salah satunya.

Dari masyarakat sendiri, perlu melakukan pengaturan keuangan yang lebih baik. Misalnya untuk mereka yang berpenghasil tetap bulanan, untuk mulai melakukan perencanaan keuangan yang baik, teratur dan disiplin.

Berikutnya adalah melakukan komunikasi publik sehingga mengurangi kepanikan masyarakat, dan selalu memberikan ekspektasi positif untuk menenangkan psikologi masyarakat.

Penulis, Statistisi di Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN