MANGUPURA, BALIPOST.com – Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengemukakan filosofi “Tri Hita Karana” bisa menjadi prinsip kebersamaan dalam upaya pulih dari pandemi COVID-19. Hal itu dikemukakan Menkes saat membuka 2nd Health Ministers Meeting (HMM) di Badung, Bali, Kamis (27/10).
“Orang Bali, percaya pada Tri Hita Karana yang dalam terjemahan harfiah berarti ‘tiga’ penyebab kemakmuran, yakni harmoni dengan Tuhan, harmoni dengan lingkungan, dan harmoni antarmanusia,” ujar Budi dikutip dari Kantor Berita Antara.
Selama berabad-abad, kata Budi, filosofi harmoni itu telah membimbing orang Bali untuk mengutamakan kerja sama dan kasih sayang antara satu sama lain, untuk bertahan hidup bersama dan makmur, terlepas dari keadaan hidup yang sulit.
“Kita hadir dalam pertemuan ini dengan perspektif dan perbedaan yang ada. ‘Tri Hita Karana’ memanggil kita untuk bekerja sama secara harmonis, untuk membangun dunia yang lebih baik dengan kesehatan global yang lebih kuat secara arsitektur, dan menjaga kesehatan generasi saat ini dan masa depan,” katanya.
Menurut Budi, filosofi Tri Hita Kirana diimplementasikan dalam setiap rangkaian Presidensi G20 hingga memperoleh hasil yang nyata untuk bangkit dari pandemi dan siap menghadapi pandemi berikutnya.
Sebelumnya, telah dibahas tiga agenda kesehatan global selama tiga pertemuan Kelompok Kerja Kesehatan (HWG), yakni harmonisasi standar protokol kesehatan global, membangun ketahanan sistem kesehatan global dan memperluas manufaktur global, pusat penelitian untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi global.
Melalui site events dibahas juga tantangan kesehatan yang mendesak antara lain, Tuberkulosis, One Health dan Resistensi Antimikroba (AMR).
Dari kegiatan tersebut, terdapat sejumlah hasil nyata yang telah dicapai bersama, yakni pembentukan Dana Perantara Keuangan Pencegahan Pandemi (FIF), Kesiapsiagaan, dan Respons (PPR FIF).
“Diprakarsai oleh Presidensi G20 Arab Saudi dan Italia, dilanjutkan dalam Kepresidenan G20 Indonesia, PPR FIF kini telah terbentuk dan memulai operasinya dengan total komitmen lebih dari 1,4 miliar dolar AS, diperoleh dari 20 donor dan tiga filantropi,” katanya.
Selanjutnya, membuat Access to COVID-19 Tools-Accelerator (ACT-A) untuk melengkapi pembiayaan PPR pandemi, mobilisasi sumber daya kesehatan esensial.
“Tinjauan itu akan membantu membangun kerangka kerja masa depan bagi semua negara untuk mengakses penanggulangan medis selama keadaan darurat kesehatan,” katanya.
Hal lain yang ingin dicapai melalui HMM G20 adalah optimalisasi pengawasan genomik global. Selain menyediakan sumber daya, memperkuat pengawasan genomik untuk menahan risiko pandemi juga sangat penting.
“Saya percaya, berbagi data patogen pada platform berbagi data yang terpercaya dan dapat diakses publik sangat penting, terutama platform yang memenuhi prinsip-prinsip keterbukaan akses, akurat, tepat waktu, dan representatif,” ujarnya.
Budi mengatakan harmonisasi standar protokol kesehatan global membuat mobilisasi lintas batas yang aman dan mempercepat pemulihan ekonomi.
Kelompok Kerja Teknis G20 yang difasilitasi oleh WHO, OECD, dan Global Digital Health Partnership (GDHP) itu telah mengembangkan mekanisme untuk negara guna mengenali sertifikat digital vaksin dengan lancar sambil menjunjung tinggi privasi data dan keamanan.
“Kami menyadari pentingnya memperluas penelitian dan kapasitas produksi untuk alat vaksin, terapi, dan diagnostik (VTD), kami mendukung inisiatif mRNA WHO di Argentina, Brasil dan Afrika Selatan, dan upaya kolaboratif lainnya,” katanya.
Hingga saat ini sudah ada tujuh negara anggota G20 termasuk Indonesia yang menyatakan minatnya untuk membangun ekosistem manufaktur penelitian dan manufaktur farmasi.
“Dengan semangat ‘Tri Hita Karana’, saya berharap kita sebagai pemimpin negara-negara G20, dapat terus bersatu dan berjuang untuk kesehatan dan kemakmuran kita bersama,” ujarnya. (kmb/balipost)