DENPASAR, BALIPOST.com- Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster menutup secara resmi Pameran IKM Bali Bangkit Tahap 8 Tahun 2022 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar, Sabtu (29/10). Acara penutupan dirangkai dengan Festival Anak Negeri yang juga diisi dengan penampilan peragaan busana menggunakan kain tenun Endek dari Dinas Perhubungan Provinsi Bali, serta Dinas Kebudayaan Pemprov Bali.
Di samping juga menampilkan peragaan busana dari empat desainer Bali Bangkit, yaitu Taksu Bali, Lusi Damai, Body and Mind dan Dode Moneko. Acara dihadiri oleh Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual DJKI Kementerian Hukum dan HAM RI, Sri Lastami.
Ny. Putri Suastini Koster mengatakan jumlah transaksi Pameran IKM Bali Bangkit Tahap 8 Tahun 2022 yang diikuti 76 tenant selama sebulan mencapai lebih dari Rp 2 miliar. Meskipun tujuan utama dari penyelenggaraan pameran yang diselenggarakan sepanjang tahun bukan untuk mencari keuntungan, namun lebih kepada pendampingan serta pengawasan terhadap IKM/UMKM dan mengajak mereka melaksanakan tugas pelestarian terhadap warisan leluhur.
Wanita yang akrab dipanggil Bunda Putri mengungkapkan bahwa kondisi dari perajin Endek saat ini cukup mengkhawatirkan di tengah gempuran kemajuan teknologi serta perilaku para pelaku UMKM yang menjual Endek berlabel Endek Bali (tidak ditenun oleh perajin di Bali melainkan dari luar pulau Bali). Hal ini tentu saja memberi dampak tidak hanya bagi perputaran ekonomi Bali, tetapi juga berdampak kepada hilangnya semangat para perajin untuk berproduksi. Bahkan banyak perajin yang beralih profesi menekuni bidang lainnya.
Untuk itu, upayaupaya pelestarian penggunaan kain tenun Endek Bali harus terus digemakan. Salah satunya dengan menggunakannya dan membeli kain tenun Endek yang asli yang ditenun oleh para perajin Bali. Apalagi, dikatakan bahwa saat ini kain tenun Endek telah memiliki hak kekayaan komunalnya.
Demikian pula halnya dengan kerajinan lainnya, seperti kain tenun Pegringsingan dan kain Songket yang sudah memiliki hak Indikasi Geografis (IG) maupun Hak Kekayaan Intelektualnya. Meskipun demikian masih banyak para perajin maupun masyarakat yang belum memahami sepenuhnya hak-hak serta kewajiban apa saja yang melekat jika suatu produk kerajinan sudah memiliki IG ataupun hak kekayaan intelektualnya.
Seperti misalnya kain tenun Pegringsingan, dimana dengan hak kekayaan komunal yang dimiliki kain tenun Pegringsingan hanya boleh ditenun di Desa Pegringsingan dan penggunaannya pun bukan untuk dibuatkan tas ataupun sepatu atau aksesoris lainnya.
Demikian pula halnya dengan kain songket. Dimana motif songket sudah dilindungi, namun pada kenyataannya motif songket banyak ditiru dan tiruannya dibuat dengan menggunakan mesin pabrik. Hal ini sangat berdampak kepada pada kelestarian songket dan juga para perajinnya.
Untuk itu, istri Gubernur Bali, Wayan Koster ini mengatakan perlu terus dilakukan sosialisasi baik kepada para perajin yang sudah memegang hak kekayaan komunal maupun IG agar memahami betul hal hal apa saja yang boleh dilakukan dan hal yang tidak boleh dilakukan atas produk yang dihasilkan. Demikian pula halnya dengan para pasangan agar tidak menjual produk yang bukan buatan perajin serta masyarakat selaku konsumen agar selalu membeli dan menggunakan produk produk asli buatan para perajin orang Bali.
Oleh karena itu, perempuan multitalenta ini mengajak seluruh masyarakat untuk membangun kesadaran bersama untuk melindungi dan melestarikan warisan leluhur kita. Jangan sampai kita sendiri yang menjadi penyebab punahnya warisan leluhur. Kepada para pelaku UMKM, diharapkan agar menjual maupun menyerap produk asli buatan para penenun kita.
“Jangan karena hanya mengejar keuntungan lalu melupakan tugas pokok kita bersama yaitu melakukan pelestarian akan warisan nenek moyang. Kita perluas pasar kita dengan menjual kain tenun asli Bali hingga ke luar Bali bahkan ke mancanegara. Dengan demikian para perajin akan terus terpacu untuk berkreativitas, sehingga perekonomian akan berputar dan ekonomi kita semakin kuat ke depannya,” tegas Putri Suastini Koster.
Sementara itu, Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual DJKI Kementerian Hukum dan HAM RI, Sri Lastami juga mengingatkan dan mendorong para perajin pentingnya untuk mendaftarkan hak kekayaan komunal maupun hak kekayaan intelektual atas produk kerajinan yang dihasilkan. Dengan memiliki hak kekayaan intelektual, maka produk kita akan terlindungi secara hukum. Sehingga, apabila potensi-potensi ini dikelola dengan baik maka akan menjadi potensi ekonomi yang luar biasa. (Kmb/Balipost)