Krama desa menerima bansos sembako. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Manuksesa di Kecamatan Sawan masuk sebagai desa adat dengan wewidangan yang kecil dan krama desa yang minim. Sejak terbentuk, desa adat ini membawahi hanya dua banjar adat saja. Bahkan, krama negak yang sekarang tercatat sebanyak sebanyak 87 kepala keluarga (KK).

Meskipun menjadi desa adat kecil, namun Desa Adat Manuksesa sendiri menjalankan kebijakan pemerintahan di desa adat dengan sangat sangat baik. Terutama, kebijakan mendorong dan mengembangkan potensi penunjang ekonomi krama desa.

Kelian Desa Adat Manuksesa, Jro Made Susila, Senin (31/10) mengatakan, desa adat yang dipimpinnya ini terbagi atas Banjar Adat Dangin Rurung dan Dauh Rurung. Dari sebanyak 87 KK krama desa, sebagian besar profesi menjadi petani dan ada juga menjadi petani penggarap. Sisanya, hanya sedikit sekali menjadi karyawan swasta hingga pegawai negeri. “Kalau potensi pertanian di wewidangan desa adat kami ada yang lahan sawah dan juga perkebunan,” katanya.

Baca juga:  Tak Ada Tradisi Mengarak Ogoh-Ogoh di Desa Adat Selulung

Menurut Kelian Desa Adat Manuksesa Made Susila, sejalan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dari sisi perekonomian, pihaknya mulai menjabarkan kebijakan itu untuk mengembangkan potensi ekonomi krama desa. Mendukung kebijakan ini, Desa Adat Manuksesa menggulirkan kebijakan dengan mengalokasikan bantuan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemprov Bali untuk membiaya pelatihan kewirausahaan bagi krama sampai pada pemberian bantuan bibit ternak untuk krama.

Kebijakan ini tidak sampai di situ saja, namun dengan perlahan pihkanya mengembangkan potensi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di desa adat. Jika tidak ada halangan, pengembangan perekonomian di desa adat ini akan dimotori dengan pembentukan Baga Utsaha Pradruwen Desa Adat (BUPDA).

Baca juga:  Belum Ada Kejelasan, Pembangunan Huntara Pengungsi Gunung Agung Sebatas Wacana

Ini sekaligus juga menjabarkan kebijakan dari Gubernur Wayan Koster yang telah menggulirkan visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB). “Karena memang anggaran yang kami alokasikan terbatas, jadi pelaksanaan program ini kami lakukan dengan bertahap, harapannya mudah-mudahan ke depan ada tambahan anggaran jadi kami di desa adat bisa menjalankan program yang lebih banyak lagi,” jelasnya.

Terkait dengan pembangunan fisik di desa adat, Kelian Desa Adat Made Susila menyebut, sejak desa adat menerima BKK Rp 300 juta per tahun dari Pemprov Bali, pihkanya telah menindaklanjuti kebijakan itu dengan melaksanakan pembangunan fisik pada Baga Prayangan. Pada 2019 dan 2020 lalu, desa adat membangun penyengker dan gelung kori di areal Pura Dalem. Kemudian di tahun 2021 dan 2022 ini, pembangunan fisik dengan bertahap dilaksanakan di Pura Desa/Puseh.

Baca juga:  Jika Tuntutan Tak Dipenuhi, Ratusan Pekerja di Bandara Ngurah Rai Ancam Mogok

Sedangkan pada Baga Palemahan, dilaksanakan pemasangan tapal batas wewidangan desa adat. Kemudian melaksanakan penataan di kawasan kuburan (setra).

Pembangunan fisik untuk Baga Prayangan ini, selain dibiayai dari BKK Pemprov Bali, pihkanya juga menerima donasi dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Namun begitu, berkat BKK Gubernur Koster, krama desa bisa membangun tanpa membebani krama desa. “Sangat meringankan berkat BKK ini, namun kami juga bersuykur karena selama pembangunan juga dibantu dari donasi lain, yang jelas kami berdoa program Pak Gubernur ini dilanjutkan pada tahun berikutnya,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN