Pertemuan warga korban banjir yang rumahnya rusak berat dengan BPBD Bali dan Bupati Jembrana. (BP/Dokumen)

NEGARA, BALIPOST.com – Puluhan rumah yang terdata rusak berat dampak banjir bandang, dipastikan akan direlokasi. Namun, tanah yang akan digunakan ditetapkan di tiga lokasi yang disediakan Pemerintah Provinsi Bali.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, I Made Rentin menyampaikan hal itu, Jumat (4/11), bersama Bupati Jembrana I Nengah Tamba. Rentin memaparkan dari data yang diperoleh pengajuan BPBD Jembrana sejumlah 45 rumah rusak berat.

Sedangkan hasil verifikasi di lapangan ada 39 rumah yang terdampak langsung dan rusak berat serta sepakat untuk relokasi. Menurutnya mekanisme ada dua persyaratan, yakni tanah disediakan oleh Pemerintah Provinsi di 3 lokasi.

Baca juga:  Jasad Mayjen TNI Anumerta IGP Danny Dimakamkan di TMP Kalibata

Falam penentuan itu masyarakat didampingi Perbekel dan Camat. Kedua, proses biaya pembangunan bisa sharing/berbagi antara Pemprov dan Pemerintah Pusat.

Dari Pemerintah Pusat diberikan satu rumah Rp35 juta, bisa ada pendamping dari pemerintah setempat untuk fasilitas pendukung di puar rumah layak huni. Selain 39 rumah yang sepakat relokasi, mendapatkan stimulan biaya sesuai Pergub 32 Tahun 2021 terkait Bantuan Sosial yang tidak direncanakan untuk memberikan stimulan kepada 3 hal. Di antaranya santunan kepada korban meninggal dunia Rp15 juta, perbaikan fasilitas umum per titik maksimal R100 juta, dan untuk rumah nilainya sama seperti bedah rumah Rp35 juta.

Baca juga:  BPBD Bali Anggarkan Perbaikan Seratusan Rumah Akibat Bencana Alam

Sesuai kesepakatan dengan Pemkab dan Pemkot seluruh Bali maksimal kelengkapan administrasi pada 10 November 2022 sudah diterima di Provinsi Bali. “Sehingga waktu pencairannya tidak melewati tahun anggaran 2022, yaitu maksimal 15 Desember 2022 untuk kejadian bencana 16,17, dan 18 Oktober 2022,” ujar Rentin.

Ia berharap bagi warga yang akan direlokasi untuk mengikhlaskan dan menerima pindah ke tempat yang nanti disepakati. Ia khawatir jika warga memaksakan bertahan akan berisiko terjadi bencana lagi ke depannya. (Surya Dharma/balipost)

Baca juga:  Berbulan-bulan Tanpa Pengerjaan, Proyek Wantilan Dipertanyakan
BAGIKAN