Suasana pelaksanaan mapeed di Desa Adat Kusamba, Klungkung. (BP/Istimewa)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Bertepatan dengan Purnama Sasih Kalima, Selasa (8/11), Desa Adat Kusamba kembali menggelar upacara ngusaba segara lan ngusaba nini. Setelah sebelumnya dilaksanakan secara terbatas karena pandemi COVID-19, kali ini upacara dilaksanakan secara penuh melibatkan seluruh krama desa.

Selain tradisi mapeed empat hari berturut-turut, upacara ngusaba segara lan ngusaba nini di Desa Adat Kusamba juga disertasi tradisi Nyepi Segara. Tradisi nyepi di sepanjang pantai dan Laut Kusamba ini dilaksanakan pada Rabu (9/11) sejak pukul 06.00 WITA hingga 18.00 WITA.

Menurut Bendesa Desa Adat Kusamba, AA Gede Raka Swastika upacara ngusaba segara lan ngusaba nini merupakan dresta atau tradisi yang diwarisi dari para leluhur. Tidak diketahui secara pasti kapan tradisi ini bermula karena belum ditemukan prasasti maupun lontar yang mencatat tradisi di Desa Kusamba itu.

Baca juga:  ASN Diminta Jadi Agen Perubahan Kelola Sampah Plastik

Namun, masyarakat Kusamba sejak lama meyakini dan melakoni tradisi ini sehingga berkembang menjadi tradisi lisan khas masyarakat adat Kusamba. Upacara ngusaba segara lan ngusaba nini bermakna ungkapan rasa syukur atas karunia Ida Batara, terutama karunia laut dan pertanian.

“Dulu, Kusamba hanya melaksanakan ngusaba segara karena memang masyarakat Kusamba dominan nelayan. Setelah kami melaksanakan karya ngenteg linggih di Pura Puseh-Bale Agung dan ngalinggihang Ida Batara Sri, maka mulailah kami juga melaksanakan ngusaba nini yang dilaksanakan bersamaan dengan ngusaba segara. Ini juga wujud merawat keseimbangan antara tradisi maritim dan agraris yang telah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Kusamba,” beber Raka Swastika.

Tradisi mapeed, kata Raka Swastika, dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, yakni hari panganteg (puncak upacara), umanis (sehari setelah puncak upacara), pahing (dua hari setelah puncak upacara) dan panglemek (tiga hari setelah puncak upacara). Mapeed berupa iring-iringan krama, baik lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) mundut jauman (sesaji) dari Pura Puseh-Bale Agung menuju Pura Segara sepanjang 1,5 km.

Baca juga:  Belasan Desa Wisata Belum Berdampak ke Masyarakat

Krama Desa Adat Kusamba selalu antusias mengikuti tradisi ini. Umumnya berharap agar upacara ini membuat hasil laut makin melimpah dan berdampak pada kesejahteraan warga.

Sementara tradisi nyepi segara dilaksanakan sehari setelah puncak upacara ngusaba segara lan ngusaba nini. Selama 12 jam, aktivitas nelayan dan masyarakat lainnya di sepanjang pantai dan laut Kusamba dihentikan. “Ini secara simbolik sebagai upaya mengingatkan kita semua untuk berterima kasih kepada Tuhan dalam manifestasi Ida Batara Baruna sebagai penguasa laut yang telah memberi kita banyak anugerah hasil-hasil laut. Merehatkan laut merupakan wujud penghormatan dan pemuliaan laut sebagai bagian penting dalam kehidupan kita,” kata Raka Swastika.

Baca juga:  Bupati Giri Prasta dan Wabup Suiasa Ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah

Di Klungkung, selain Desa Adat Kusamba, Nusa Penida juga memiliki tradisi nyepi segara yang dilaksanakan saban Purnama Kapat. Kusamba dan Nusa Penida merupakan dua pelabuhan utama milik Klungkung.

Ketua Panitia Upacara, I Nengah Sumarnaya menambahkan selama upacara ngusaba segara lan ngusaba nini, Ida Batara nyejer selama 11 hari. Upacara dipusatkan di Pura Segara, sedangkan genah nyuci di Pura Puseh-Bale Agung. Upacara di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung. (kmb/balipost)

BAGIKAN