Tradisi mapeed di Desa Adat Kusamba. (BP/Istimewa)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Tradisi nyepi segara merupakan bagian dari upacara ngusaba segara lan ngusaba nini di Pura Segara Desa Adat Kusamba. Puncak upacara ngusaba segara lan ngusaba nini dilaksanakan bertepatan dengan Purnama Kalima. Desa adat setempat melestarikan pelaksanaannya, karena sarat makna dan fungsi.

Bendesa Desa Adat Kusamba A.A Gde Raka Swastika, belum lama ini, menyampaikan upacara ngusaba segara lan ngusaba nini merupakan wujud ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi Ida Batara Baruna sebagai penguasa lautan dan Ida Batari Sri sebagai penguasa pertanian yang telah melimpahkan anugerah kesejahteraan dan kebahagiaan kepada krama Desa Adat Kusamba.

Hal itu ditandai dengan sarana upakara yang digunakan yang merepresentasikan hasil panen, baik segala hasil bumi maupun hasil laut. Salah satu sarana upakara yang khas dalam upacara ngusaba segara, yakni Jero Gede, yang berupa buah nangka ukuran besar diselimuti kain hitam. Yang menarik, hasil laut disimbolisasikan sebagai sanganan (jajan) berbentuk berbagai jenis ikan.

Baca juga:  Desa Adat Sangkanbuana Kukuhkan Bendesa Terpilih

Krama Desa Adat Kusamba tak pernah luntur keyakinannya pada upacara ngusaba segara. Upacara tahunan ini tetap dilaksanakan dengan kesadaran dan keyakinan yang penuh. “Mereka tetap mempersembahkan rasa baktinya kepada Sang Pencipta atas karunia segala hasil laut yang masih bisa dinikmati krama Desa Adat Kusamba hingga memberi mereka kesejahteraan. Senyatanya, hingga kini kegiatan perikanan masih menjadi andalan warga Kusamba,” katanya.

Bagi masyarakat adat Kusamba, imbuh Raka Swastika, upacara ngusaba segara yang disertai nyepi segara setidaknya memiliki empat fungsi menonjol. Pertama, fungsi religius, yakni wahana menguatkan dan meningkatkan sradha dan bhakti krama Desa Adat Kusamba terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam prabawa-Nya sebagai penguasa laut yang telah memberikan karunia melimpah selama ini demi kesejahteraan krama.

Baca juga:  Desa Adat Tonja Perkuat SDM dan Sumber Ekonomi

Kedua, fungsi budaya, yakni melestarikan nilai-nilai dan budaya lokal, khususnya budaya maritim dan agraris yang dibalut nilai-nilai religiusitas di kalangan masyarakat Desa Adat Kusamba. Ketiga, fungsi sosial, yaitu upacara ini merekatkan kebersamaan dan kekeluargaan di antara krama desa karena upacara ini dilaksanakan secara bergotong-royong dalam semangat gilik saguluk, salunglung sabayantaka, para sparo sarpana ya. Keempat, fungsi ekonomi, upacara ini mendorong perputaran ekonomi berbasis budaya di kalangan masyarakat adat Kusamba.

Upacara ngusaba segara lan ngusaba nini Desa Adat Kusamba kali ini dilaksanakan selama 11 hari, sejak 8—19 November 2022. Ketua Panitia Upacara, I Nengah Sumarnaya didampingi Wakil Ketua Panitia yang juga Bhaga Parahyangan Desa Adat Kusamba, AA Sarwa Damana menjelaskan eedan (rangkaian) upacara sudah dimulai pada 23 Oktober 2022 dengan upacara matur piuning di Pura Kahyangan Tiga dan Pura Segara. Untuk mempersiapkan sarana upacara dan upakara, krama desa ngayah secara bergiliran.

Baca juga:  Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” Mesti Kembali Dilanjutkan Wayan Koster

Rangkaian upacara ngusaba segara lan ngusaba nini diawali dengan tradisi mapeed dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, 8-11 November 2022, yakni hari panganteg (puncak upacara), umanis (sehari setelah puncak upacara), pahing (dua hari setelah puncak upacara) dan panglemek (tiga hari setelah puncak upacara). Mapeed berupa iring-iringan krama, baik lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) mundut jauman (sesaji) dari Pura Puseh-Bale Agung menuju Pura Segara sepanjang 1,5 km.

Krama Desa Adat Kusamba selalu antusias mengikuti tradisi ini. Umumnya berharap agar upacara ini membuat hasil laut makin melimpah dan berdampak pada kesejahteraan warga. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN