DENPASAR, BALIPOST.com – Bali telah banyak mendapatkan kesempatan menjadi venue utama berbagai event internasional. Selain itu Bali juga memberi kontribusi devisa bagi negara cukup tinggi.
Sehingga untuk mengembangkan Bali sebagai pariwisata yang tidak hanya melayani wisatawan leisure tapi juga ke depannya akan banyak wisata MICE, maka Bali memerlukan otoritas khusus untuk pariwisata agar dapat mengelolanya secara optimal. Praktisi sekaligus akademisi pariwisata, Dr. Yoga Iswara, BBA., BBM., M.M., CHA., Senin (21/11) mengatakan, kontribusi devisa pariwisata Bali terhadap nasional pada 2019 mencapai Rp75 triliun, dihitung dari pencapaian total nasional yaitu Rp270 triliun, Bali berkontribusi mencapai 28,9 persen.
“Sehingga permohonan masyarakat Bali agar pusat bisa mempertimbangkan otonomi khusus atau minimal pembagian hasil yang lebih proporsional sangatlah wajar dan pantas untuk Bali, untuk membangun Bali agar memiliki fasilitas kelas dunia. Jangan ada kesan, Bali dibangun kalau akan menjadi tuan rumah perhelatan akbar,” ujar Yoga Iswara Ketua IHGMA Bali.
Apalagi pascasukses event G20, pemerintah diharapkan terus membangun infrastruktur untuk Bali. Kesuksesan ini selain karena dukungan penuh masyarakat Bali juga memberikan citra positif terhadap masyarakat Bali dan eksistensi Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Sejalan dengan apresiasi itu, Dr. Yoga juga menyampaikan penghargaan kepada pemerintah Pusat yang telah membangun dan memberikan banyak fasilitas infrastruktur yang semula untuk memfasilitasi pertemuan G20, kini menjadi fasilitas publik yang memang diperlukan Bali. “Namun, Bali masih memerlukan banyak fasilitas lainnya. Kami memohonkan agar pemerintah Pusat secara berkelanjutan membangun fasilitas yang diperlukan Bali untuk kepuasan masyarakat dan wisatawan,” ujar Dr. Yoga.
Menurutnya, pembangunan fasilitas seperti jalan tol, fasilitas pendukung di bandara, seolah hanya dibangun karena di Bali akan berlangsung event internasional. “Ke depan kami berharap agar fasilitas yang diperlukan Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia bisa dibangun secepatnya apakah akan ada event besar atau tidak. Untuk itu ke depannya, dibutuhkan pengelolaan secara khusus,” harap Dr. Yoga.
Menurut Pengamat ekonomi Bali, Viraguna Bagus Oka, Bali semakin terhimpit ketika pandemi Covid-19 dan krisis terlanjur terjadi. Hal itu menurutnya terjadi salah satu sebabnya akibat Bali belum mendapat otoritas khusus di bidang pariwisata. Menurutnya, saat ini kesempatan suksesnya G20 dan kebijakan Pemprov untuk membebaskan orang asing untuk tinggal di Bali selama 10 tahun asalkan membawa uang minimal USD 130.000 sangat mengganggu.
Akademisi Pariwisata Unud, Putu Anom mengatakan, otonomi khusus sifatnya lebih luas seperti yang sudah diberikan kepada beberapa provinsi seperti Aceh, dll. “Mungkin perlu otoritas untuk Bali diberikan memungut sumbangan sukarela dari wisatawan sebagai bentuk kepedulian terhadap alam dan budaya Bali, sebagai dana untuk konservasi alam dan budaya Bali,” ujarnya.
Menurutnya beberapa pembangunan infrastruktur di Bali telah menjadi prioritas. Hal itu membuktikan bahwa Bali mendapat perhatian khusus. Seperti pembangunan 3 pelabuhan (Sanur, Nusa Penida dan Ceningan), jalan shortcut dari Mengwi-Buleleng, shortcut ke Gilimanuk, rencana pembangunan Rumah Sakit Internasional di Sanur, pengembangan Pelabuhan Benoa untuk kapal pesiar, penataan kawasan Besakih, dll.
Selain pembangunan infrastruktur itu, ada hal hal prioritas yang perlu dilakukan untuk Bali. Maka dari itu Bali harus memiliki otoritas khusus. “Ada hal krusial yang harus diselesaikan di Bali untuk diprioritaskan seperti masalah kerusakan lingkungan alam Bali, masalah Kemacetan di wilayah Bali Selatan yang belum terurai, pengelolaan sampah yang belum tuntas. Prioritas yang dimaksud adalah prioritas mendapat bantuan pemerintah pusat untuk memecahkan masalah—masalah krusial di Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata utama di Indonesia,” bebernya. (Citta Maya/balipost)