DENPASAR, BALIPOST.com – Kontroversi pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Dr. Mr. Ide Anak Agung Gde Agung terus bergulir. Penolakan ini kembali muncul setelah sebelumnya mengemuka usulan untuk menjadi nama jalan dan monumen dalam sarasehan yang digelar di Puri Agung Gianyar pada 20 November 2022.
Usulan tersebut dinilai tidak tepat karena sepak terjang yang bersangkutan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak berpihak kepada para veteran pejuang kemerdekaan. Penolakan ini datang dari jajaran Markas Daerah Pemuda Panca Marga (PPM) Bali sebagaimana yang disampaikan para pengurusnya, Jumat (25/11) di Gedung Merdeka, Denpasar.
Ketua PPM Bali, Dr. Drs. I Made Gede Putra Wijaya, S.H.,M.Si., didampingi Ketua Dewan Paripurna PPM Bali, A.A. Nanik Suryani, S.T., menegaskan penolakannya terhadap pengusulan penggunaan Dr. Mr. Anak Agung Gde Agung sebagai nama jalan dan monumen di Bali. Terlebih, pengusulan gelar pahlawan terhadap Anak Agung Gde Agung ini bukan dari masyarakat dan pemerintah Bali.
Dikatakan, PPM dan keluarga pejuang Bali menyatakan beberapa pernyataan sikap terhadap wacana yang kembali mengemuka saat peringatan Hari Puputan Margarana tersebut. Penolakan tersebut juga didasari beberapa pernyataan sikap dari sejumlah lembaga.
Seperti Legium Veteran Bali, DPRD Bali, serta Dinas Kesejahteraan Sosial. Berdasarkan sejumlah pernyataan tersebut, PPM Bali menyatakan sikap yang berisikan sedikitnya lima poin penting. Di antaranya sependapat dengan pernyataan pimpinan daerah LVRI Bali bahwa Dr. Mr. Anak Agung Gde Agung yang dianugerahi gelar pahlawan nasional tidak sesuai fakta, data dan argumen yang melandasinya.
Demikian pula pengusulan gelar pahlawan nasional menyalahi prosedur. PPM Bali juga sepakat untuk meninjau kembali gelar pahlawan nasional Dr. Mr. Anak Agung Gde Agung.
Atas dasar itu pula, PPM Bali menolak pemberian nama jalan dan monumen atas nama Dr. Mr. Anak Agung Gde Agung di Bali, karena masyarakat dan pemerintah Bali tidak pernah mengusulkan yang bersangkutan sebagai pahlawan nasional. Poin terakhir, yakni menolak pemutarbalikan fakta sejarah tentang perjuangan yang bersangkutan di Bali. (Asmara Putera/balipost)