DENPASAR, BALIPOST.com – Berbagai kebijakan dikeluarkan Pemprov Bali untuk menggunakan produk lokal. Jika ini berlangsung baik diyakini akan membawa dampak pada bergeliatnya ekonomi kerakyatan. Hanya saja perlu ditingkatkan dalam hal kualitas dengan harga yang reasonable.
Akademisi dari Undiknas Prof. Gede Sri Darma menekankan kualitas produk lokal Bali perlu ditingkatkan agar menjadi ekonomi kerakyatan. Menurutnya, upaya itu telah sesuai jalurnya atau track-nya. Pasalnya, pasca Pergub 99/2018 dikeluarkan, fasilitas akomodasi pariwisata di Bali berlomba-lomba menggunakan produk lokal. Bahkan hotel jejaring internasional pun telah menandatangani kerja sama dengan petani dan produsen produk lokal Bali.
Penggunaan produk lokal harus telah dinikmati dan dimanfaatkan masyarakat lokal terlebih dulu. Agar tidak mengimpor produk yang akhirnya bisa mematikan produk lokal. Maka dari itu penting untuk menggenjot kampanye serta aksi penggunaan produk lokal. ”Namun yang menjadi PR ke depan adalah peningkatan kualitas produk dengan harga yang reasonable,”tegasnya, Minggu (27/11).
Bagi pelaku UMKM Bali, Pergub tersebut telah memantik salah satu pelaku usaha tani yang mengembangkan penguatan produk lokal dengan mengembangkan hasil komoditas pertanian yaitu jeruk siam. Usaha itu dikembangkan Kelompok Wanita Tani Dewi Catur, Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Ketua KWT Sang Ayu Ketut Budianingsih mengatakan, KWT ini mengembangkan berbagai macam produk lokal yang menjadi unggulan dari desa tersebut. Adapun 4 produk pangan jeruk siam yang diolah menjadi sari buah jeruk, pengolahan kulit jeruk menjadi teh herbal celup, pengolahan biji jeruk menjadi kopi mix jeruk siam Kintamani dan pengolahan ampas jeruk menjadi biscuit.
Produk tersebut juga diteliti khasiatnya oleh Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Keempat produk tersebut setelah diuji laboratorium mengandung komponen yang berpotensi sebagai antioksidan yang masih diperlukan untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh.
Selama ini, bagian sari buah yang kebanyakan diolah, namun sisa dari hasil perasan sari buah jeruk menghasilkan ampas buah yang juga bisa dijadikan biskuit. Bagian kulit buah dapat diolah menjadi teh herbal celup dan bagian biji jeruk diolah menjadi kopi mix. Pengolahan ini, kata dia, juga dapat menjadi salah satu upaya mengatasi permasalahan harga murah pada komoditi unggulan pertanian lain sehingga menjadi solusi dalam mengatasi over produksi saat panen raya.
Dia mengaku menghadapi beberapa tantangan yang dihadapi oleh KWT Dewi Catur, yaitu cara untuk menyampaikan informasi produk ini melalui proses digital marketing yang efektif dan efisien serta mengetahui calon pembeli produk tersebut baik ditawarkan secara offline atau online.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada berharap dengan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pelaku usaha tani atau petani, pemerintah dan akademisi para petani. Seperti KWT Dewi Catur dapat mengoptimalkan penguatan produk lokal, pemasaran produk dan memikat kunjungan wisatawan ke Kintamani.
Menurutnya, produk pertanian yang dihasilkan oleh para produsen atau petani lokal Bali sangat beragam dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Apalagi didukung oleh teknologi pertanian modern untuk mempercepat produksi. Hanya saja hasil pertanian tersebut didistribusikan melalui rantai pasar yang cukup panjang dari petani, pengepul, pasar, warung kemudian baru ke konsumen.
Dia mengatakan berbagai upaya dilakukan untuk memproduksi, mengembangkan, memasarkan, dan memanfaatkan produk lokal Bali. Beberapa pencapaian tersebut meliputi, pada bagian hulu, dikembangkan sistem pertanian organik untuk menghasilkan pangan yang sehat dan berkualitas. Pada bagian tengah, dilakukan dengan pendampingan, fasilitasi, dan edukasi. (Citta Maya/balipost)