MANGUPURA, BALIPOST.com – Sampah kiriman mulai menepi di pantai barat Badung, Selasa (29/11). Bahkan, sampah yang sebelumnya didominasi oleh batang dan ranting kayu, kini mulai tercampur dengan sampah plastik.
Dari pantauan di Pantai Kuta, sampah memang sebagian besar masih berupa batang dan ranting kayu. Namun, di titik tertentu, sampah plastik mulai terlihat berserakan sejak Selasa pagi.
Sampah berupa plastik terlihat lebih mendominasi di kawasan Pantai Jerman ke selatan. Menurut Koordinator Evakuasi Dini Sampah Laut (Desalut) DLHK Badung, I Made Gde Dwipayana, memang per Selasa ini, sampah kiriman mulai menepi.
Namun kondisi ini masih belum puncaknya. Untuk menangani sampah kiriman ini, pihaknya telah menurunkan sejumlah personel dan juga alat berat. “Per hari ini, sampah laut mulai menepi lagi. Team sudah mulai turun menangani,” katanya saat dikonfirmasi.
Untuk saat ini, penanganan masih dilakukan di beberapa titik yang memang kondisinya perlu penanganan. Namun, untuk penanganan secara keseluruhan, petugas akan dikerahkan pada Rabu.
Saat ini, alat berat yang diturunkan, sebanyak 4 loader, 2 barber dan sejumlah personel. “Mungkin Rabu baru serentak kita turunkan personil. Hari ini, cuma 4 loder, 2 barber dan beberapa personil tenaga kebersihan,” bebernya.
Tahun ini, kondisi sampah kiriman sudah muncul sejak 6 Oktober 2022. Saat itu, pertama kali muncul di daerah utara pantai barat Kabupaten Badung, yaitu Pantai Cemagi, Pererenan, Berawa, Batubelig, Batu Bolong, dan Petitenget. Sementara untuk sampah kiriman di Pantai Seminyak, Kuta dan Legian mulai muncul sejak akhir Oktober. “Untuk di Samigita, memang yang paling parah dari tahun ke tahun memang di Pantai Kuta. Tapi di pantau utara hampir sama kondisinya. Biasanya saat musim sampah kiriman kecenderungan biasanya hampir merata kondisinya, itu sepanjang 16 Km pantai barat dari Pantai Cemagi sampai Jimbaran,” terangnya.
Diakuinya, kondisi sebaran sampah kiriman, tergantung dari kondisi angin dan arus laut. Namun penyebab utama hal itu dipengaruhi oleh faktor hujan di hulu dan banjir di hilir, yang kemudian membawa sampah ke laut. (Yudi Karnaedi/balipost)