Pura Sad Kahyangan Lempuyang. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Kepemimpinan di Desa Adat Purwayu, Desa Tribuana, Abang, tidak jauh berbeda dengan desa adat pada umumnya. Bendesa Adat masih sebagai pemucuk, didampingi Pemaden Bendesa, Penyarikan, dan Juru Raksa.

Keempat prekangge desa tersebut tidaklah dipilih secara demokrasi, melainkan berdasarkan keturunan ataupun seserodan. Bendesa Adat Purwayu, I Nyoman Jati mengatakan, ketentuan tersebut merupakan dresta kuno desa setempat.

Untuk jabatan bendesa akan diemban oleh keturunan Pasek Kumuda, Pemaden Bendesa berasal dari keturunan Dukuh, sedangkan Penyarikan dari keturunan Tangkas, dan terakhir Juru Raksa berasal dari keturunan Kutawaringin.  Bahkan, menurut pengakuan Jati, pemimpin di desa tersebut tidak menggunakan batas waktu untuk ngayah.

Baca juga:  Desa Muncan Kembangkan Wisata "Pengelukatan"

Asalkan yang bersangkutan masih mampu dan bisa, maka tetap akan menjadi prekangge desa. Seperti halnya dirinya yang telah menjabat sebagai bendesa sejak tahun 1980. “Ukurannya sampai linggsir (tua), tidak ada sekian tahun harus diganti,” ujarnya.

Jati, menambahkan, kalaupun salah satu dari prekangge desa nantinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas, maka yang mengganti bukanlah orang lain. Kedudukan tersebut akan diganti oleh seserodannya, pemilihan tersebut melalui sanak keluarga. “Melalui paruman keluarga seserodan. Mereka yang memutuskan siapa yang pantas, tidak lagi ke desa. Kalau sudah terpilih di desa adat, baru diumumkan ke paruman desa,” lanjutnya.

Baca juga:  Tertinggi di Bali, Kasus Rabies di Karangasem

Nyoman Jati menambahkan, meskipun tidak ditentukan batas waktu untuk ngayah sebagai prekangge desa, namun bukan tidak mungkin krama setempat menurunkan yang bersangkutan. Kata Jati, yang bersangkutan bisa saja dilengserkan apabila terbukti melakukan kesalahan yang fatal. “Misalnya korupsi, atau yang lain, langsung diturunkan oleh krama,” jelasnya. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN