IGK Manila. (BP/Eka)

Oleh IGK Manila

Suka-duka hidup tercermin dalam pertandingan demi pertandingan Piala Dunia 2022. Suke Korea Selatan, salah satu macan sepak bola Asia, meluap setelah menang 2-1 atas Portugal. Gol penentu kemenangan dicetak pemain pengganti Hwang Hee-chan menjelang menit 91, memanfaatkan umpan matang bintang Totenham Hotspur, Heung-Min Son.

Namun, suke tim Negeri Ginseng membuahkan duka bagi Uruguay, meskipun mereka menang atas Ghana, 2-0. Korea bertengger di peringkat dua Grup H dan lolos ke babak 16 besar. Sementara Uruguay, salah satu raksasa sepakbola Amerika Latin, gagal lolos karena kalah selisih gol.

Luis Suarez, pemain Uruguay yang merumput di Atletico Madrid, mantan pemain Liverpool dan Barcelona, dan pernah memenangkan berbagai penghargaan bergengsi, hanya bisa menangis bersama rekan-rekan dan pecinta La Caleste, julukan sepakbola Uruguay. Kemenangan Korea Selatan atas Portugal juga menjadi suke bercampur duke bagi Pelatih Korea Selatan. Paulo Bento adalah pensiunan sepakbola Portugal, yang pernah bermain di Piala Dunia 2002 World Cup dan Piala Eropa 2000. Pada waktu konferensi pers menjelang pertandingan, Bento terus-terang bilang, “Saya bangga sebagai seorang Portugal”.  Dan pada waktu menyanyikan lagu kebangsaan, dia menyanyikan lagu kebangsaan Portugal “A Portuguesa”, bukan “Aegukga”, lagu kebangsaan Korea Selatan yangg berarti Lagu Cinta Negara.

Baca juga:  Belajar Kepemimpinan dari Mahatma Gandhi

Tangis tim dan fans Korea Selatan berbeda dari apa yang terjadi empat tahun lalu di Piala Dunia Rusia 2018. Meskipun Korea Selatan menang 2-0 atas Jerman di laga terakhir Grup F, mereka gagal lolos ke babak 16 besar, karena Swedia memetik kemenangan 3-0 atas Meksiko.

Tangis mereka kali ini adalah karena suke mewakili sepakbola Asia bersama Jepang yang sudah lebih dulu lolos. Duke yang berat juga bagi tim Jerman. Satu grup dengan raksasa sepakbola Asia, Jepang, di Grup E,  Jerman ditaklukkan 2-1 dalam pertandingan perdana. Konon, tim Panser dianggap belum panas karena baru di awal babak penyisihan. Namun meskipun menang 4-2 dalam pertandingan terakhir melawan Kosta Rika, Jerman gagal melaju karena kalah selisih gol dari raksasa Eropa lainnya, Spanyol. Dan Jepang dalam pertandingan akhir juga menaklukkan Spanyol 2-1.

Sepak Bola Kita

Piala Dunia mungkin melupakan kita sejenak akan duke sepakbola tanah air. Setelah Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang lalu, otomatis terjadi stagnasi yang mudah-mudahan tidak berlarut-larut. Sebab setelah proses yang cukup alot, sepakbola Indonesia tidak dikenakan sanksi oleh FIFA, di mana tentu saja di sana-sini wajib dilakukan pembenahan.

Baca juga:  Saatnya Guru Merespons “Artificial Intelligence”

Arema Malang sendiri mendapat sanksi berat. Kandang Arema wajib pindah ke tempat yang berjarak minimal 250 kilometer dari tempat semula. Sanksi berikutnya, klub berjuluk Singo Edan tersebut harus membayar denda sebesar Rp250 juta.

Indonesia tentu wajib belajar dari kisah suke dua raksana Asia, Jepang dan Korea Selatan, di Piala Dunia. Saya sendiri tidak yakin kalau kualitas skill para pemain kita jelek. Salah satu contoh kongkrit adalah Asnawi Mangkualam. Pemain Indonesia berusia 22 ini bermain untuk Ansan Greeners di Korea Selatan sampai 2023 dengan opsi perpanjangan satu tahun.

Sebelumnya, di Jepang, ada pemain-pemain seperti Ricky Yacobi, Irfan Bachdim, atau Stefano Lilipaly. Bahkan kini juga ada Pratama Arhan yang dikontrak Tokyo Verdy, yang dilepas oleh PSIS Semarang dengan status free-transfer.

Duke para tim nasional Indonesia, oleh karena itu, bersumber dari hal-hal selain skill bermain individu. Dalam pengalaman dan pengamatan saya, berbeda dari para pemain Jepang dan Korea Selatan, para pemain kita pertama-tama cenderung mudah bermasalah secara fisik, terutama daya tahan bermain secara konsisten. Penyebabnya bisa karena pola latihan, tetapi yang lebih berat diatasi adalah pola hidup yang tidak disipilin: makan, minum, dan istirahat.

Baca juga:  Pengolahan Sampah Ramah Lingkungan

Kedua ada persoalan mentalitas. Dalam hal ini, selain sikap hidup pantang menyerah, para pemain Jepang dan Korea Selatan terdidik dan terlatih untuk bekerjasama. Meskipun hanya dua kali 45 menit, permainan sepakbola mensyaratkan mental baja dan kemampuan bekerja sebagai sebuah tim, di mana tanpa keduanya, tak akan ada artinya dan bersiap saja menerima kekalahan.

Semoga saja semua insan sepakbola Indonesia bisa belajar dari suke-duke Piala Dunia kali ini. Kalau tidak, mungkin satu-satunya pelajaran yang kita dapat dari menonton Piala Dunia adalah bahwa kita tidak pernah benar-benar mengambil pelajaran darinya.

Penulis, Pecinta Bola, Gubernur Akademi Bela Negara (ABN) dan Anggota Merangkap Sekretaris Majelis Tinggi Partai NasDem

BAGIKAN