TABANAN, BALIPOST.com – Delapan tahun sudah, tepatnya sejak 2014, masyarakat Kediri, Tabanan berharap Patung Wisnu Murti dikembalikan ke posisinya semula di bundaran (Catus Pata) Kediri. Patung yang menjadi kebanggaan masyarakat Kediri itu sempat digeser dan digantikan oleh Patung Bung Karno saat pemerintahan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti.
Namun, setelah memperoleh aspirasi masyarakat yang sangat berharap Patung Wisnu Murti bisa dikembalikan ke posisinya semula, Bupati Tabanan, Dr. I Komang Gede Bendesa melakukan pembangunan kembali ikon itu.
Dibangunnya kembali Patung Wisnu Murti tentu saja menjadi kado spesial bagi masyarakat Kediri khususnya, karena tepat di HUT ke-529 Kota Tabanan pada 29 November 2022 lalu, patung sudah sepenuhnya terpasang, dan kini hanya tinggal tahap finishing.
Bendesa Adat Kediri, Ida Bagus Ketut Arsana tentunya mengaku sangat bangga karena ikon ini bisa kembali ke posisinya semula. Ia mengakui Patung Wisnu Murti ini merupakan kebanggaan masyarakat Kediri dan sangat disakralkan. “Dengan dipasangnya kembali Patung Wisnu Murti ini di Catus Pata, harapan masyarakat Kediri selama ini bisa terwujud,” ujarnya.
Ia juga mengatakan pascarampungnya pemasangan patung, kegiatan pacaruan di Catus Pata sebagai bagian rangkaian Nyepi akan kembali dilaksanakan. “Dari dulu, banyak masyarakat kami yang tidak puas saat Patung Wisnu Murti digeser. Diharapkan keberadaan Patung Wisnu Murti ini bisa membuat masyarakat Kediri bersatu dan merupakan kado spesial bagi kami karena pemasangannya bersamaan dengan HUT Kota Tabanan,” paparnya.
Termasuk dengan adanya ikon Kecamatan Kediri ini, desa adat setempat seperti Desa Adat Kediri kembali akan mengeliatkan seni budaya khas Kediri salah satunya seperti tektekan yang selama ini digelar saat Tilem Kesanga menyambut Hari Suci Nyepi. “Tradisi inilah yang saat ini terus dilestarikan di samping pula tengah merancang konsep wisata spiritual ke depannya. Sesuai dengan program Gubernur Bali, Nangun Sat Kerthi Loka Bali, dimana desa adat terus didorong untuk membangkitkan potensi seni, budaya yang dimiliki,” ucapnya. Bahkan bagi masyarakat Kabupaten Tabanan tradisi tektekan nangluk merana ini dipercaya turun temurun sejak tahun 1960-an.
Desa Adat Kediri yang mewilayahi lima banjar adat yakni Banjar Panti, Banjar Puseh, Banjar Jagastaru, Banjar Sema, dan Banjar Delod Puri, selama ini cukup dikenal dengan tradisi tektekan yang merupakan warisan turun temurun. Bahkan sampai saat ini tidak tercatat tentang sejarah kemunculannya. Namun konon, para tetua pernah menceritakan jika sebelumnya tradisi ini muncul bersamaan dari gerubug atau wabah yang terjadi di Kediri. (Puspawati/balipost)