Bertepatan dengan hari Tumpek Wariga, Desa Adat Tengkulung, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, menggelar prosesi patoyan di Pura Dalem Tengkulung. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Bertepatan dengan hari Tumpek Wariga, Desa Adat Tengkulung, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, menggelar prosesi patoyan di Pura Dalem Tengkulung. Pura Dalem Tengkulung yang ada kaitan dengan perjalanan dari Danghyang Dwijendra, Danghyang Nirartha.

Pura Dalem Tengkulung menjadi hulunya Subak Abian. Yang mana dulunya di tempat ini terdapat hutan dengan tumbuhan yang lebat. Sehingga, lokasi ini menjadi tempat untuk nunas tapakan, hingga saat ini.

Baca juga:  Desa Adat Rendang Lestarikan Tradisi “Grudug Langsat”

Menurut Bendesa Adat Tengkulung, Ir. I Gede Eka Surawan, S.T., MAP., upacara masolah di Pura Dalem Tengkulung ini digelar saat hari Tumpek Wariga, tentu memiliki makna sebagai penghormatan kepada tumbuhan. “Dulu kawasan Desa Tengkulung merupakan hutan yang banyak ditumbuhi tanaman. Saat itu banyak warga dari sejumlah desa, nunas tapakan di Desa Tengkulung,” ucapnya, Minggu (11/12).

Pura ini, kata dia, juga memiliki kaitan sejarah perjalanan Danghyang Dwijendra menuju Pura Uluwatu, dipercaya berkaitan dengan Pura Geger, Puncak Tedung (Pura Gunung payung). Upacara patoyan ini, menurutnya sebagai rasa syukur dan penghormatan kepada tumbuhan. Saat prosesi ini, semua prasanak Ida tangkil ke Pura Dalem Tengkulung.

Baca juga:  Tradisi “Masucian” di Beji Agung Pekerisan Tabanan

Setiap prosesi ini digelar, biasanya sanak dari Desa Tanjung Benoa, dari Desa Bualu, Kedonganan, Sesetan Kaja, Sesetan Tengah, Banjar Geladag, Banjar Bengkel, Banjar Pucung Kesiman dan sejumlah desa yang nunas taksu. “Sanak Ida sane polih taksu samian Tangkil ke Pura Dalem, Tangkulung,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN