SINGARAJA, BALIPOST.com – Tidak saja menangani persoalan penduduk yang masuk kategori miskin ekstrem, namun Pemerintah Daerah (Pemda Buleleng menghadapi persoalan terkait penyandang disabilitas. Hingga tahun 2022 ini, hasil pencatatan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng menemukan sebanyak 6.010 jiwa penduduknya menyandang disabilitas.
Dari jumlah itu, sebagian besar penduduk itu penyandang cacat fisik. Tingginya, jumlah penduduk yang bersatus difabel itu, membuat Pemda Buleleng terus melakukan pemberdayaan lewat sejumlah program unggulan, diantaranya pelatihan keterampilan sampai bantuan peralatan penunjang aktivitas hingga memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Sosial (Kadisos) Buleleng Putu Kariaman Putra pada perayaan Hari Disabilitas Internasional dan Hari Kesetiakawananan Nasional tahun 2022, Selasa (20/12). Kadisos Putu Kariaman Putra mengatakan, berdasarkan hasil pencatatan tersebut, penyandang cacat fisik yang menduduki ranking pertama dengan jumlah sebanyak 3.415 jiwa.
Lalu, disusul posisi kedua adalah penyandang cacat mental dengan jumlah sebanyak 766 jiwa. Penduduk dengan cacat tuna netra sebanyak 648 jiwa, kemudian tuna rungu dan wicara sebanyak 692 jiwa, dan sebanyak 580 menyandang cacat intelektual. “Dari pendataan yang kami lakukan memang penduduk dengan status difabel ini cukup banyak, dan hasil pendataan itu juga menunjukan kalau sebagian besar warga kita itu menjadi difabel karena mengalami cacat fisik, dan sisanya ada gangguan mental, tuna netra, rungu wicara, dan intelektual,” katanya.
Menurut Kadisos Putu Kariaman Putra, penduduk yang menyandang difabel itu telah mendapatkan sentuhan melalui program pemberdayaan sesuai kebijakan yang digulirkan Pemerintah Daerah (Pemda). Ini didasari dengan Peraturan Daerah (Perda) Buleleng No. 2 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan hak Disabilitas Sosial.
Beberapa program yang telah dijalankan selama ini, seperti memberikan pelatihan keterampilan vokal, pelatihan pijat (spa), menjahit, batender, komputer berbicara, dan pelatihan pada bidang peternakan. “Ini khusus untuk kawan penyandang difabel yang kondisi fisiknya masih sehat dan masuk penduduk umur produktif, sehingga keterampilan itu bisa dijadikan model untuk merintis usaha mandiri yang bisa meningkatkan kesejahtraan keluarga,” tegansya.
Sedangkan, untuk penyandang cacat fisik dan mental, pemerintah menggulirkan program pemenuhan kebutuhan bahan pokok. Selain itu, secara rutin bersama dengan stakeholders terkait, menyalurkan bantuan sarana dan prasarana (sarpras) penunjang aktifitas, seperti kursi roda, ABD, tongkat ketiak, dan tongkat khusus untuk penyandang tuna netra. “Program tujuannya bagaimana siapapun difabel itu bisa berinteraksi sosial di lingkungannya sama seperti penduduk yang normal, dan produktif dalam menjalani kehidupan sehari-hari,” jelasnya. (Mudiarta/Balipost)