Oleh I Gusti Ngurah Puja Mantrawan
Jam Kerja merupakan waktu yang digunakan untuk acuan seorang pekerja melakukan pekerjaan di berbagai sektor yang pada umumnya terbagi menjadi 3 shift jam kerja menurut UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yaitu shift pagi (08.00-17.00), shift sore (16.00-01.00), shift malam (00.00-09.00) secara total waktu kerja tersebut 8 jam per harinya. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam pasal 77 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020.
Serta pasal 21 sampai dengan 25 Peraturan Pemerintah No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan Pemerintah ini muncul untuk melengkapi perubahan aturan perburuhan paskaterbitnya UU Cipta Kerja.
Secara aturan jam kerja tersebut, apakah dari 8 jam kerja tersebut full bekerja saja atau termasuk jam istirahat maupun jam beribadah? Tentunya tidak, dikarenakan waktu istirahat tidak termasuk ke dalam jam kerja. Sesuai dengan Pasal 79 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 menegaskan bahwa perusahaan harus memberikan waktu istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah pekerja
melakukan pekerjaan terus menerus selama 4 jam dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja, sekaligus menegaskan waktu kerja adalah waktu yang digunakan (hanya) untuk melakukan pekerjaan, maka dapat disimpulkan waktu melaksanakan ibadah tidak termasuk dalam waktu kerja.
Pelaksanaan ibadah pula di beberapa perusahaan biasanya menggunakan waktu istirahat yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja. Meski demikian harus diingat bahwa melaksanakan ibadah merupakan hak
pekerja. Pasal 80 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Pengusaha
wajib memberikan kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh agamanya.
Wabah Covid-19 telah mengubah banyak peradaban sosial, termasuk cara belajar dan budaya kerja. Work from home adalah suatu istilah bekerja dari jarak jauh, lebih tepatnya bekerja dari rumah. Jadi pekerja tidak perlu datang kebkantor tatap muka dengan para pekerja lainnya.
Work from home ini sudah tidak asing bagi para pekerja freelancer, namun mereka lebih sering menyebutnya dengan kerja remote atau remote working. Menurut Crosbie & Moore (2004), bekerja dari rumah berarti pekerjaan berbayar yang dilakukan terutama dari rumah (minimal 20 jam per minggu).
Bekerja dari rumah akan memberikan waktu yang fleksibel bagi pekerja untuk memberikan keseimbangan hidup bagi karyawan. Di sisi lain juga memberikan keuntungan bagi perusahaan. Bila dibandingkan dengan
bekerja secara normal di kantor, bekerja dari rumah atau work from home memiliki beberapa kelebihan, yaitu (a). Biaya operasional menurun. (b). Lebih fleksibel. (c). Produktivitas meningkat. (d). Kepuasan kerja meningkat. (e). Work life balance meningkat.
Work life balance adalah keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan bekerja dari rumah, karyawan bisa lebih dekat dengan keluarga dan lingkungan sekitar sehingga life balance terpenuhi.
Keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan ini bisa tercapai saat dirinya memiliki produktivitas kerja
yang baik sehingga bisa mengalokasikan waktu sesuai dengan porsinya masing-masing. Dengan model ini pekerja juga terhindar dari gangguan lingkungan kerja.
Bekerja dari rumah secara langsung akan lebih dekat dengan keluarga, apalagi bagi yang memiliki anak kecil yang membutuhkan perhatian dari orang tua. Selain memiliki kelebihan, bekerja dari rumah atau work from home juga memiliki kekurangan yang tidak didapatkan bila bekerja dilaksanakan secara normal di kantor.
Kekurangan tersebut adalah sulit melakukan monitoring pekerja, hilangnya motivasi kerja, banyak gangguan kerja dan potensi terjadinya miskomunikasi.
Dari semua kelebihan dan kekurangan di atas, permasalahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan work from home menurut penelitian Barbara Larson (Northeastern University) adalah masalah pengawasan dan monitoring terhadap pekerjaan setiap pegawai. Disinilah menurut penulis muncul peran Unit Kepatuhan
Internal dalam fungsinya sebagai pengendalian internal untuk dapat memastikan bahwa pekerjaan tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penulis, Mahasiswa S-2 Ilmu Manajemen Undiksha, bekerja di PT PLN (Persero)