Guru sedang mengajar di sekolah. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Di dunia pendidikan berlaku sistem input, proses dan output. Masalahnya juga ada di kisaran tiga hal tersebut. Hanya saja masalahnya berbeda di jenjang pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) dan pendidikan tinggi (Dikti). Di Dikdasmen selama setahun ini dunia pendidikan Bali dikejutkan dengan kekurangan guru, kompetensi guru dan Kurikulum Merdeka Belajar.

Bali, menurut sejumlah kepala sekolah negeri mengalami kekurangan guru dalam semua bidang studi.
Di SD kekurangan guru kelas dan agama Hindu dan bahasa Bali. Di SMP dan SMA dan SMK hampir kekurangan 50 persen guru.

Hanya saja di SMA dan SMK masih bisa bernapas karena ada uang komite yang bisa mengganjal biaya lewat guru honorer. Namun di sisi lain masyarakat dibebani dengan biaya pendidikan lagi karena
selama Covid-19 mereka bebas dari iuran komite.

Pengamat pendidikan yang asesor Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Prov Bali, Dr. Ida Bagus Anom, M.Pd., menyebut sangat tepat kalau Pemprov
Bali memberikan bantuan berupa standar biaya pendidikan minimal kepada sekolah.

Dengan demikian pelayanan di swasta dan negeri akan sama. Swasta pun tak lagi memungut SPP karena sudah ditanggung lewat standar biaya pendidikan termasuk gaji honor gurunya. Hal ini dibenarkan Ketua PGRI Bali, Drs. I Komang Artha Saputra, M.Pd., bahwa tak hanya sekolah negeri yang mendapatkan standar biaya pendidikan.

Baca juga:  Mesti Segera Ditangani, Serbuan Lalat di Kintamani Ganggu Kenyamanan Wisatawan

Sekolah swasta juga jika ingin biaya pendidikan rendah di Bali mendapatkan biaya pendidikan dari pemerintah. Hal ini pernah dibahas di DPRD Bali namun gagal mencapai kata sepakat karena nominalnya tinggi.

Bahkan dia mengusulkan pihak sekolah swasta mesti
diikutkan sejak PPDB. Apalagi Bali memiliki program
Wajar 12 tahun sehingga wajib membantu menanggung
biaya hingga anak tamat SLTA.

Di Dikdasmen, menurut mantan Kakanwil Dikbud Bali, Dr. Ida Bagus Anom, M.Pd., masalah utama yang dihadapi Bali yakni kekurangan guru dan kuantitas guru. Dari empat aspek yang dimonitoring BAN SM yakni kualitas lulusan, infrastruktur, sarpras dan kualitas guru, kualitas guru masih timpang dengan penerapan Kurikulum Merdeka Belajar.

Artinya kompetensi yang mereka miliki tak mampu mendukung hasil yang ingin dicapai di Kurikulum Merdeka Belajar. Hal ini disebabkan para guru banyak gagap IT akibat masuk generasi X dan Y. Makanya ketika dihadapkan pada Kurikulum Merdeka Belajar, komptensinya timpang.

Dia mencontohkan salah satu poin Merdeka Belajar adalah SMK Unggul. Nyatanya di semua SMK terjadi kekurangan guru produktif (kompetensi) sehingga perannya tak bisa digantikan guru normatif. Namun, dia yakin pemerintah akan memperhatikan kualitas guru di Bali.

Baca juga:  Hingga 20 November, Pasokan Air Bersih ke Kuta dan Kuta Selatan Tersendat

Sementara itu, Kepala Disdikpora Bali, KN Boy Jayawibawa mengatakan, dari 22 misi Pemerintah Provinsi Bali, Disdikpora Bali mengemban empat misi yakni misi 4, 5, 6, dan 11 yang pada intinya adalah bagaimana mewujudkan SDM Bali unggul, diawali dari dunia pendidikan.

Dalam bidang pendidikan, banyak hal yang harus
dibenahi. Gubernur Wayan Koster selalu menekankan
pada tiga hal penting yang menjadi fokus utama yakni peningkatan akses dan mutu pendidikan SMA/SM dan SLB, peningkatan kesejahteraan guru dan kepala
sekolah dan peningkatan tata kelola penyelenggaraan
pendidikan.

Berbagai pencapaian penting antara lain telah sedang dan akan dibangun 17 SMA/SMK baru di Denpasar, Badung, Gianyar, Jembrana, Karangasem dan Buleleng untuk meningkatkan kapasitas layanan pendidikan.
Selain itu, Pemprov Bali mengadakan satu unit laboratorium keyboard aksara Bali untuk SLTA dan memfasilitasi beasiswa lulusan melanjutkan studi ke luar negeri.

Terkait pembangunan gedung baru hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan Kemendikbud mengingat sistem penerimaan siswa baru berdasarkan zona, karena kurangnya akses, banyak siswa baru yang tidak mendapatkan sekolah (khususnya sekolah negeri) terkait zona atau adanya blank spot sehingga pemerintah Provinsi Bali mengambil kebijakan mendirikan beberapa sekolah baru untuk menangani daerah-daerah yang zonanya tidak ada sekolah.

Baca juga:  Awal Tahun, 65 Kasus Gigitan Anjing Terjadi di Tabanan

Selain peningkatan akses, mutu dan tata kelola dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB) para siswa kembali diajak untuk mengetahui dan memahami
adat dan kebudayaan Bali serta melestarikan keberadaan bahasa/aksara dan sastra Bali
melalui pelaksanaan bulan bahasa Bali di sekolah-sekolah, pelaksanaan hari raya suci agama Hindu, penggunaan bahasa Bali serta penggunaan busana adat bali ke sekolah pada hari-hari tertentu.

Artha Saputra menegaskan pengimplementasian nilai-nilai Sad kerthi dalam dunia pendidikan tentu membawa dampak positif bagi peningkatan karakter peserta didik. Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Bali dalam bidang pendidikan diharapkan ke depannya kualitas akses, mutu dan tata kelola di bidang pendidikan semakin meningkat.

Sehingga mampu menghasilkan output atau SDM Bali unggul dan mampu bersaing secara global. Sementara itu di Dikti masalah utama yang dihadapi adalah besarnya angka pengangguran. PTS dan PTN wajar memproduksi lulusan sebanyak-banyaknya karena sebuah proses. Namun produksi angkatan kerja melebihi lapangan pekerjaan yang tersedia. (Sueca/balipost)

BAGIKAN