DENPASAR, BALIPOST.com – Bali merupakan Provinsi dengan segudang seniman, mulai dari seniman seni pahat, ukir, lukis hingga musik. Bahkan sejumlah seniman Bali namanya sudah harum hingga mancanegara. Dari sekian banyak seniman hebat di Bali, terdapat juga seniman yang merupakan penyandang disabilitas, salah satunya bernama Kadek Wiwindari.
Winda, panggilan akrabnya, adalah seorang pelukis berkebutuhan khusus yang berasal dari Singaraja. Kisahnya sangat menginspirasi karena bakat seni lukis yang dimilikinya mengubah hidupnya menjadi lebih baik.
Keterbatasan fisik yang dialami Winda adalah lumpuh genetik karena Muscular Dystrophy dan keterbatasan ekonomi keluarga membuat Winda tidak bisa mengenyam pendidikan formal. Hal yang sama juga terjadi pada kedua orang saudara kandungnya yang mengalami kelumpuhan serupa dengan Winda. Atas kerja keras ayahnya, kondisi ekonomi keluarga Winda sempat membaik.
Namun saat Winda berusia 23 tahun ayahnya meninggal dan keadaan kembali memburuk karena hanya ayahnya yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Di saat itulah dia mulai mencoba melukis dengan harapan hasil karyanya cukup untuk menghidupi kebutuhan bersama ibu dan kedua saudaranya.
Meski sempat melukis hanya pada media kertas seadanya, Winda sangat beruntung dipertemukan dengan seorang pengusaha yang mengagumi karyanya. Pengusaha itu memberikan bantuan alat lukis kepadanya dengan harapan Winda dapat mengembangkan bakat melukisnya.
Tidak disangka, lukisannya semakin dikenal oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri. Pesanan lukisan pun semakin banyak hingga akhirnya kondisi ekonominya semakin membaik.
Lebih dari itu, Winda bahkan dapat memberi manfaat bagi penyandang disabilitas lainnya. Jika mengikuti lelang lukisan untuk amal, maka hasilnya dia donasikan untuk teman-teman penyandang disabilitas yang ingin memulai usaha mandiri.
Itu lah sepenggal kisah inspiratif dari Winda. Seorang penyandang disabilitas yang berprestasi dan mandiri yang bahkan dapat membantu perekonomian keluarganya dan rekan disabilitas lainnya. Masih banyak para penyandang disabilitas lainnya di luar sana yang mungkin tidak seberuntung Winda, namun saat ini belum dapat terjangkau oleh layanan maupun bantuan pemerintah karena ketidaktersediaan data yang lengkap dan akurat.
Pendataan awal Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tanggal 15 Oktober hingga 14 November 2022 lalu menjadi harapan untuk mendapatkan data penduduk 100%, termasuk penduduk yang memiliki kebutuhan khusus seperti penyandang disabilitas. Hal ini tentu akan bermanfaat baik bagi pemerintah maupun non-pemerintah dalam mengidentifikasi jumlah, kondisi, potensi dan kebutuhan penyandang disabilitas untuk mendukung pembangunan yang inklusif.
Pembangunan inklusif memerlukan keterlibatan dan kolaborasi multipihak dalam setiap tahapan pembangunan yang dimulai dari desa dan kelurahan hingga pusat. Pembangunan inklusif dari desa berarti tidak meninggalkan siapapun dalam proses perencanaan dan penganggaran (leaving no one behind), termasuk dalam pengarusutamaan isu-isu publik seperti pelayanan, perencanaan dan keuangan yang dapat dipertanggung jawabkan secara akuntabilitas dan transparan.
Melalui data Regsosek, diharapkan pembangunan inklusif yang dimulai dari desa/kelurahan dapat terwujud. Data ini dapat menjadi acuan pemerintah di desa/kelurahan dan pihak terkait lainnya untuk berkolaborasi dan merumuskan program pemberdayaan yang tepat bagi para penyandang disabilitas sehingga bakat dan kemampuan yang mereka miliki dapat dikembangkan untuk dapat mandiri dan berdaya.
Selama ini para penyandang disabilitas mungkin masih dianggap sebagai sekelompok warga yang lemah dan sulit diberdayakan. Namun kisah Winda tersebut dapat menjadi pembelajaran dan kisah inspiratif bahwa setiap individu jika difasilitasi sesuai kebutuhannya dan diberikan hak yang sama sesuai dengan kompetensinya maka mereka dapat berkembang dan berdaya. (Adv/balipost)