Suasana penyerahan dukungan syarat minimal untuk menjadi bakal calon DPD RI Dapil Bali yang berlangsung di Kantor KPU Bali, Denpasar. (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bakal calon (Balon) anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dapil Provinsi Bali pada Pemilu Tahun 2024 mendatang terus bertambah. Hingga Rabu (28/12), sebanyak 12 balon anggota DPD RI telah menyerahkan syarat dukungan minimal pemilih ke KPU Provinsi Bali.

Dari belasan Balon DPD itu, ada dua yang merupakan petahana, yakni A.A. Gde Agung dan Arya Wedakarna. Sedangkan 10 lainnya merupakan Balon DPD yang sebelumnya belum pernah duduk di DPD RI. Mereka adalah Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, I Komang Merta Jiwa, I Made Kerta Suwirya, I Ketut Hari Suyasa, I Ketut Wisna, I Wayan Gredeg, Putu Wahyu Widiartana, I Wayan Sukayasa, I Ketut Putra Ismaya Jaya, dan Ainun Ni’am.

Jumlah balon DPD RI ini akan terus bertambah hingga penutupan penyerahan syarat dukungan minimal pemilih yang akan ditutup pada pukul 24.00 Wita, Kamis (29/12). Pasalnya, berdasarkan rekap KPU Provinsi Bali, ada sebanyai 26 Balon DPD RI Dapil Bali yang telah menyampaikan permohonan akses Silon.

Baca juga:  Kembali, Pengangkatan Angkat Air Danau Batur Diusulkan ke Pusat

Masih ada 14 orang Balon DPD yang akan menyerahkan syarat dukungan minimal pemilih ke KPU Provinsi Bali. Dari sejumlah nama ini, hanya 4 orang yang akan terpilih mewakili Bali ke Senayan, Jakarta. Seperti pada periode 2019 – 2024, yakni Arya Wedakarna, Agung Gde Agung, Mangku Pastika, dan Haji Bambang Santoso.

Banyaknya balon DPD RI Dapil Bali pada Pemilu 2024 mendatang, menurut pengamat politik, Dr. Ida Bagus Radendra Suastama, SH.,MH., akan ada banyak pemilih yang mendasarkan pilihannya pada pertimbangan emosional/sentimental, disamping juga rasional. Secara psikologis sosiologis, fenomena ini bukan hal yang aneh. Pemilih yang yakin kepada seorang figur, tidak mudah untuk diubah walaupun diberi informasi berbagai program yang bagus.

Baca juga:  Lestarikan Tradisi Puri, DPD Apresiasi Peran Raja Denpasar

Apalagi jika program antara calon relatif mirip dan normatif. Fakta menunjukkan bahwa faktor kedekatan emosional / kepercayaan terhadap kualitas/integritas figur calon kadang jadi dasar pilihan pemilih. Dengan demikian fenomena  sosiologis ini musti dipandang sebagai fakta real di lapangan yang layak dipertimbangkan.

“Bicara tentang calon-calon DPD, secara konsep dalam konstitusi, DPD adalah representasi dari tiap provinsi di Indonesia, yang bertugas antara lain mengartikulasi kepentingan daerah. Komposisi DPD mestinya merepresentasikan komposisi masyarakat provinsi tersebut. Ilustrasi sederhana, misal suatu provinsi terdiri dari 1/4 masyarakat kelompok A dan 3/4 kelompok B. Maka komposisi ideal dari DPD daerah itu, logikanya, adalah 1 orang merepresentasikan kelompok A, dan 3 orang merepresentasikan kelompok B. Dan seterusnya,” ujar Radendra, Rabu (28/12).

Namun karena 4 besar suara terbanyak yang terpilih, dikatakan maka komposisi tersebut dapat menjadi tidak seperti itu. Tergantung pada banyaknya calon yang “berebut” suara di provinsi tersebut. “Melihat banyaknya calon dari representasi masyarakat Bali yang maju mencalonkan diri, maka logikanya, suara akan terbagi menjadi banyak segmen. Dan ini dapat berakibat pada tidak proporsionalnya rasio antara komposisi DPD terpilih dengan komposisi masyarakat di Provinsi Bali,” tandas akademisi STIMI Handayani Denpasar ini.

Baca juga:  Anggota DPR RI Minta "Finns Beach Club" Diusut Tuntas

Oleh karena itu, Radendra menyarankan agar warga memilih calon yang bersih, jujur, berintegritas, bibit  bobotnya jelas, rekam jejaknya baik, berpengalaman  menangani persoalan sosial, dan tidak berpotensi kontroversi/konflik di masyarakat. Sehaingga, niscaya Bali akan kian maju dan sejahtera, namun juga tetap tidak tercerabut dari akar budaya yang telah diwariskan para leluhur kita yang hebat luar biasa. (Winatha/balipost)

 

BAGIKAN