SINGARAJA, BALIPOST.com – Keterampilan maebat (memasak) makanan tradisional Bali sudah menjadi kebiasaan yang diwarisi setiap krama di desa adat. Apalagi, tradisi ini menjadi keharusan karena sebagai pelengkap ketika melaksanakan upacara dan upakara secara adat Bali. Sejalan dengan perkembangan zaman, tradisi maebat itu seperti kurang diminati terutama di kalangan generasi muda.
Tidak ingin keterampilan ini kehilangan penerusnya, membuat Desa Adat Yehanakan di Kecamatan Seririt menggulirkan program rutin tentang pelatihan maebat. Ini dilakukan sejalan dengan visi misi Gubernu Bali, Wayan Koster, lewat Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB).
Kelian Desa Adat Yehanakan, Nengah Wardika, Minggu (8/1) mengatakan, sejak terbentuk desa adat yang dipimpinnya itu terbagi menjadi 6 banjar adat. Rinciannya, Banjar Adat Munduk, Lebah, Krobokan, Dajan Rurung, dan Banjar Adat Delod Rurung. Sementara itu, krama desa yang tercatat hingga sekarang sebanyak 5.000 kepala keluarga (KK).
Selain itu juga tercatat sebanyak 2.000 KK krama tamu yang noatebene adalah warga pendatang yang menganut agama Islam. Dari seluruh krama desa itu, sebagian besar profesinya sebagai petani di lahan sawah dan sebagian lagi menjadi petani pekebun dengan komuditas unggulan anggur hitam Bali.
Dari sisi parhyangan, di Desa Adat Yehanakan mewarisi pura yang masuk deretan Kahyangan Tiga yaitu, Pura Desa, Puseh, Dalem, dan Pura Segara. Selain itu, juga terdapat Pura Kahyangan Desa meliputi, Pura Taman dan Pura Subak. “Karena perkembangan penduduk pesat, sehingga terjadi penambahan krama. Kemudian krama ini sesuai dresta bertanggung jawab terhadap warisan parhyangan itu sendiri,” katanya.
Sejalan dengan program visi misi Gubernur Bali Wayan Koster, Desa Adat Yehanakan sendiri secara rutin menggulirkan pelatihan tentang keterampilan mebat. Pelatihan ini sendiri dengan khusus melibatkan kalangan generasi muda. Di mana, tujuannya agar generasi muda memiliki keterampilan dalam meracik masakan khas Bali sebagai saran upakara dan upacara.
Dengan begitu, maebat tidak saja harus dilakukan para orangtua, namun kalangan generasi muda juga bisa melakukan hal yang sama. Selain itu, saat perayaan hari besar seperti Galungan dan Kuningan atau ketika menggelar upacara, maka generasi muda bisa berpartisipasi, melalui kegiatan positif.
“Kami punya program rutin dengan pelatihan maebat. Mungkin hanya di desa adat kami yang melaksanakan, karena selain mengajarkan teknik maebat, generasi muda bisa mengisi kegiatan prositif ketika menyambut dan merayakan hari besar seperti ketika Galungan dan Kuningan,” jelasnya.
Sementara itu, program pembangunan fisik pada baga parhyangan, Kelian Desa Adat Yehanakan telah menyelesaikan beberapa program pembangunan fisik. Ini seperti tahun 2091 dan berlanjut tahun 2020 pembangunan di Pura Taman. Lalu, menginjak tahun 2022 yang lalu, pihkanya melaksanakan pembangunan di Pura Puseh.
Kemudian pada baga palemahan di desa adat, pihaknya telah melaksanakan program penataan kawasan setra (kuburan). “Kami sangat terbantu dengan adanya bantuan Pak Gubernur dan baru di era kepemimpinan beliau desa adat mendapat perhatian, sehingga keberadaannya tetap eksis, dan kami berharap program ini bisa dilanjutkan untuk periode berikutnya,” jelasnya. (mud)