Suasana Dialog Merah Putih yang digelar Rabu (11/1). (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster, memberlakukan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. Kebijakan ini telah mendapat sambutan positif dari seluruh lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, lembaga swasta dan masyarakat luas sebagai bukti komitmen dalam memuliakan Aksara Bali. Lalu, dalam 4 tahun pemerintahan Gubernur Koster, bagaimana konsistensi pelestarian Bahasa Bali?

Akademisi yang juga pelestari Bahasa Bali, Dra. I Gde Nala Antara., M.Hum., mengatakan, dalam 4 tahun kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster, bersama Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), pelestarian Bahasa Bali sudah berjalan dengan baik dan konsisten. Terlebih, dalam Pergub Bali Nomor 80 Tahun 2018, tidak saja berbicara tentang perlindungan dan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali, namun juga rutin diselenggarakan Bulan Bahasa Bali setiap tahunnya.

Dikatakannya, jika berbicara Bahasa Bali ada 3 hal pokok di dalamnya yang saling berkaitan. Yaitu, Bahasa Bali, Akasara Bali, dan Sastra Bali. Menurutnya, Bahasa Bali sangat penting sebagai bahasa persatuan bagi masyarakat Bali. Sebab, dialek Bahasa Bali di berbagai daerah di Bali berbeda-beda. Sehingga, Bahasa Bali yang diwariskan menjadi penting sebagai bahasa pemersatu masyarakat Bali. Oleh karena itu, sangat penting untuk melestarikan Bahasa Bali, baik dari segi unsur pemertahanan maupun pengembangan Bahasa Bali itu sendiri.

Baca juga:  Bali Siapkan 30 Atlet ke Kejurnas Gateball

Apalagi, dikatakan bahwa saat ini keberadaan Bahasa Bali tidak baik-baik saja, bahkan terancam. Baik dari segi internal maupun eksternal. Terlebih Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia, dan tidak terlepas dari NKRI. Sehingga, pengaruh Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing di Bali sangat mengancam keberadaan Bahasa Bali. Apalagi, penutur Bahasa Bali saat ini sudah semakin sedikit. Sebab, dalam keluarga jarang orang tua yang mau mewariskan Bahasa Bali dalam berkomunikasi sehari-hari. Meskipun demikian, dikatakan melalui pusat bahasa saat ini keberadaan Bahasa Bali masih tergolong aman dibandingkan bahasa daerah lainnya yang sudah ada yang punah dan terancam punah.

“Inilah pentingnya adanya pelestarian Bahasa Bali. Sebab, dari pelestarian itu Bahasa Bali tetap hidup dan memiliki daya hidup yang tinggi. Agar tetap memiliki daya hidup, maka ‘penutur’ Bahasa Bali sangat mempengaruhi keeksistensian Bahasa Bali itu sendiri. Dengan kebijakan Pergub Nomor 80 Tahun 2018 yang dikeluarkan Gubernur kita, Bapak Wayan Koster dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’-nya, di sinilah sesungguhnya bahasa dan akasara Bali sebagai inti dari kebudayaan Bali yang menjadi hulunya pembangunan Bali sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui kegiatan-kegitan Bulan Bahasa Bali,” ujar Gde Nala Antara dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Konsistensi Pelestarian Bahasa Bali” di Warung Bali Coffee 63 A Denpasar, Rabu (11/1).

Baca juga:  Memaknai Perayaan Tumpek Uye dengan Upacara Danu Kerthi

Wakil Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, I Made Muliarta, S.Pd., M.Hum., menambahkan dari 652 bahasa daerah yang ada di Nusantara, 13 bahasa daerah keberadaannya sudah punah. Bahkan berdasarkan data UNESCO, dalam kurun waktu 2 minggu ada 1 bahasa daerah di dunia yang punah. Untuk itu, antisipasi perlu dilakukan agar Bahasa Bali tidak punah seperti bahasa daerah lainnya. Sehingga, semua elemen masyarakat Bali bersatu padu bagaimana cara agar keberadaan Bahasa Bali tetap ajeg dan lestari. Apalagi, Gubernur Bali telah memberikan payung hukum terhadap Perlindungan Dan Penggunaan Bahasa, Aksara, Dan Sastra Bali Serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali melalui Pergub Bali Nomor 80 Tahun 2018.

Baca juga:  Dalam 2 Hari Tambahkan 143 Kasus, Ini Posisi Bali di 10 Besar Penyebaran COVID-19 Nasional

Dikatakan, saat ini Pemerintah Provinsi Bali memiliki 659 orang penyuluh Bahasa Bali yang tersebar di seluruh Bali. Namun, jumlah ini belum maksimal. Karena jumlah desa adat di Bali sebanyak 1.493 desa adat. Namun, segala upaya dilakukan para penyuluh Bahasa Bali agar Bahasa Bali tetap hidup di tengah-tengah masyarakat desa adat di Bali. Apalagi, dukungan penuh diberikan oleh Gubernur Bali melalui Pergub No. 80 Tahun 2018 dan Perda No. 20 Tahun 2020.

Sementara itu Koordinator Penyuluh Bahasa Bali di Kabupatan Gianyar, I Gde Nyana Kesuma, S.Pd.,M.Hum., mengungkapkan bahwa pelestarian Bahasa Bali di Kabupaten Gianyar telah dilakukan semaksimal mungkin oleh para penyuluh Bahasa Bali. Meskipun, di lapangan menghadapi berbagai tantangan yang pelik. Namun, secara perlahan kini masyarakat menyadari pentingnya penggunaan bahasa Bali. Apalagi, penyuluh Bahasa Bali di Kabupaten Gianyar telah menggelar berbagai kegiatan yang inovatif, seperti menggelar lomba film pendek berbahasa Bali. Tujuannya untuk menumbuhkembangkan eksistensi penggunaan Bahasa Bali di kalangan generasi muda dan masyarakat di Gianyar. (Winatha/balipost)

 

BAGIKAN