Ilustrasi. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keluarnya surat pemberitahuan dari Gubernur Bali perihal penyertaan dana modal awal pendirian LPD sebagai hibah, menjadikan tidak ada lagi uang negara di LPD. Dengan demikian, pengenaan pasal korupsi dalam kasus LPD tidak lagi relevan.

Meski demikian jika ada ada tata kelola yang merugikan nasabah, pengusutan tetap dilakukan dengan dugaan tindak pidana umum, bukan korupsi. Demikian disampaikan praktisi hukum I Ketut Kesuma, S.H. di Denpasar saat diwawancarai Tim Bali Post Talk terkait dengan penafsiran hukum atas surat Gubernur Bali Nomor B.27.500/54/PEDA/DPMA perihal Pemberitahuan Hibah Modal Pertama LPD kepada Desa Adat tertanggal 20 Desember 2022 ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bali dan Kepala Kepolisan Daerah Bali.

“Dengan adanya surat penegasan bahwa seluruh modal pertama pendirian LPD sebagai hibah, secara hukum tidak ada lagi uang negara di LPD,” kata Ketut Kesuma.

Dengan tidak adanya uang negara, berarti tidak ada kerugian negara yang dialami pada LPD yang bermasalah. Adanya kerugian negara menjadi salah satu substansi penting sebuah kasus masuk sebagai tindak pidana korupsi.

Baca juga:  Ekspansi dengan Inovasi, Laba BPD Bali Tumbuh 23,75 Persen

Setidaknya ada tiga hal yakni penyalahgunaan wewenang, memperkaya diri sendiri lembaga atau kooporasi dan kerugian negara. “Apabila salah satu dugaan ini tidak terpenuhi, maka dugaan tindak pidana korupsi gugur,” tegas pria yang berprofesi sebagai advokat ini.

Selama ini, memang terjadi penafsiran yang beragam soal kerugian negara dalam kasus LPD bermasalah yang merugikan nasabah. Modal pendirian LPD yang berasal dari dana juara lomba desa adat yang besarnya di kisaran Rp2,5 juta dianggap aparat penegak hukum terutama kejaksaan sebagai uang negara. “Dengan adanya keputusan dari Gubernur Bali soal penyertaan modal sebagai hibah, penafsiran hukumnya menjadi tegas, bahwa itu bukan uang negara,” tegas Ketut Kesuma.

Meski demikian, lanjut pengacara senior ini, LPD tidak kemudian menjadi kebal hukum. Jika ada oknum pengurus atau pengelola LPD yang bertindak merugikan nasabah, tindakan hukum seharusnya tetap dikenakan namun dengan pasal tindak pidana umum. “Yang berwenang melakukan pengusutan adalah pihak kepolisian, sedangkan kejaksaan tidak,” tegasnya.

Baca juga:  Kasus LPD Ungasan, Jaksa Ajukan Banding

Sedangkan terkait, kasus LPD yang selama ini telah diusut pihak penegak hukum dengan menggunakan pasal tindak pidana korupsi, Ketut Kesuma menyatakan, seharusya gugur demi hukum. Yang sudah diputuskan pegadilan dapat mengajukan banding. Dan yang sudah mendapatkan keputusan tetap disarankan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). “Surat dari Gubernur Bali dapat dijadikan novum atau bukti baru,” ujarnya.

Menurutnya, langkah penting awal adalah segera meminta salinan surat gubernur Bali secara resmi. “Meminta salinan surat Gubernur Bali secara resmi penting dilakukan, agar dapat dijadikan bukti hukum yang sah,” tegasnya.

Selanjutnya dengan surat salinan sah, pihak LPD se-Bali disarankan meminta perlindungan hukum dari lembaga penegak hukum agar tidak diusut dengan pasal tindak pidana korupsi. “LPD se-Bali dapat meminta perlindungan hukum agar tidak diusut dengan tindak pidana korupsi, karena sudah jelas tidak terdapat kerugian negara,” tegas Ketut Kesuma.

Ketua Badan Kerjasama LPD Bali, I Nyoman Cendikiawan, menyampaikan apresiasi atas surat keputusan Gubernur Bali perihal penyertaan modal awal di LPD sebagai hibah. Menurutnya surat tersebut menegaskan bahwa tidak ada uang negara dalam pengelolaan LPD.

Baca juga:  Kontribusi Wisatawan, Ide Brilian Gubernur Koster untuk Pelestarian Alam dan Budaya Bali

Namun, Cendikiawan juga memastikan bahwa pihak LPD tidak kemudian kebal hukum. Jika ada LPD yang melakukan tindakan yang patut diduga merugikan nasabah, aparat penegak hukum harus melakukan tindakan.

Namun pasal yang digunakan bukanlah pasal tindak pidana korupsi. “LPD tidaklah kebal hukum dengan adanya surat dari Gubernur Bali tersebut. Tindakan hukum terhadap salah pengelolaan LPD dapat diusut dengan pasal tindak pidana umum,” ujar Cendikiawan.

Jumlah LPD di Bali mencapai ribuan dan sejak puluhan tahun terbukti menjadi tiang penyangga penting bagi desa adat di Bali. Hal ini menurut Cendikiawan perlu menjadi perhatian semua pihak agar ke depan LPD tetap dapat melakukan fungsinya dengan baik. LPD di Bali mesti diselamatkan, dan jika ada oknum pengelola yang melakukan tindakan pidana, tidak berdasarkan hukum yang sesuai. (Nyoman Winata/balipost)

BAGIKAN