Suasana kegiatan budaya di Desa Adat Ambengan. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Ambengan, Kecamatan Sukasada dikenal dengan pengembangan perkebunan cengkeh. Prospek yang menjanjikan, membuat krama desa semakin bersemangat menanam cengkeh walaupun harus mengganti sawah menjadi perkebunan.

Sejalan dengan perkembangan perkebunan itu, Desa Adat Ambengan mulai menjadi daerah tujuan wisata. Ini karena, pemandangan alam yang masih asli dan keindahan Air Terjun Jembong menjadikan tamu mancanegara dan domestik kian ramai berkunjung ke desa ini.

Sadar akan potensi itu, sekarang desa adat bersama dengan pemerintahan desa dinas bekerjasama untuk mengembangkan potensi tersebut. Apalagi, menyusul kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster yang mengucurkan dana untuk desa adat di Bali Rp300 juta tiap tahun, sehingga pelestarian warisan seni, budaya dan potensi lokal di desa adat akan semakin optimal.

Kelian Desa Adat Ambengan, Wayan Puger beberapa waktu yang lalu mengatakan, wewidangan desa adat yang dipimpinnya itu terbagi dalam 4 banjar adat. Di mana total krama desa yang tercatat sampai sekarang ada 800 kepala keluarga (KK). Desa Adat Ambengan sendiri berbatasan dengan Desa Wanagiri di sisi selatan, timur berbatasan dengan Desa Adat Padangbulia, barat berbatasan dengan Desa Sambangan, dan di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sukasada.

Baca juga:  Desa Bedulu Tata Kawasan Mata Air Beji Pura Samuan Tiga

Dengan wilayah yang cukup luas dan topografi wilayah berbukit, sehingga wewidangan desa adat ini cocok untuk menunjang perkebunan cengkeh. Selain itu, hamparan kebun cengkeh ini menjadi daya tarik wisata tersendiri dan didukung dengan Air Terjun Jembong, sehingga menjadikan wisata alam di desa adat ini memiliki potensial untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata (DTW). “Sekarang lahan sawah di wilayah kami tinggal sekitar 30 persen dan sebagian besar sudah menjadi kebun cengkeh. Sekarang lagi sudah dikembangkan Air Terjun Jembong, sehingga potensi wisata alam ini menjadi andalan juga untuk pengembangan pariwisata di desa kami,” katanya.

Baca juga:  Desa Jatiluwih Terus Berbenah untuk Raih Best Tourism Village of 2024

Sadar akan potensi perkebunan dan wisata alam itu, Wayan Puger menyebut, selain menjalankan program rutin di desa adat, pihaknya bersama dengan pemerintahan desa menggenjot pengembangan potensi tersebut. Dia mencontohkan, program yang akan didukung dengan memanfaatkan dana bantuan dari Pemprov Bali adalah menguatkan kinerja sumberdaya manusia (SDM) terutama para sekaa truna atau kelompok siswa dalam mengembangkan dan mempromosikan potensi wisata alam yang ada saat ini.

Selain itu, program yang pembangunan yang sudah disusun oleh pemerintahan desa dinas, akan tetap didukung, sehingga pembangunan berjalan dengan optimal dan potensi yang ada itu bisa dikelola dan tujuan besarnya memberi kesejahteraan untuk masyarakatnya. “Yang pasti dana dari Pak Gubernur itu sangat membantu untuk menjaga eksistensi desa adat di Bali. Untuk apa saja itu kami tetap mengaju proposal dan petunjuk pelaksanaan angagran. Di luar itu, kami sudah program bersama desa dinas untuk menggenjot potensi di desa kami,” jelasnya.

Baca juga:  Tunggakan PHR di Buleleng Capai Rp 5 Miliar

Selain potensi wisata alam, Wayan Puger menyebut, di desanya dahulu dikenal sebagai penghasil kerajinan bingkai foto dari pelepah pisang dan daun pohon waru dan daun kayu kupu-kupu. Pada masa keemasan-nya, hampir 90 persen krama menjadi pembuat kerajinan yang memakai bahan baku ramah lingkungan. Sayang, potensi itu sekarang mulai terkikis dan bahkan nyaris punah. Perajin sudah kebanyakan menutup usahanya dan hanya tinggal 1 atau 2 pengusaha saja. Atas kondisi ini, desa adat dan desa dinas bertekad untuk berusaha membangkitkan kembali potensi tersebut. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN