Suasana di TPST Kesiman Kertalangu, Denpasar, Senin (16/1/2023). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Harapan besar Pemkot Denpasar dalam pengelolaan sampah bertumpu pada operasional Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) hingga kini belum jelas. Terlebih, operasional TPST masih terganjal dengan penambahan pekerjaan dari Kementerian PUPR.

Sampao saat ini operasional tempat pengolahan sampah tersebut belum optimal. Dengan demikian pembuangan sampah masih berpusat di TPA Suwung.

Pembangunan TPST di tiga lokasi di Denpasar, yakni Tahura Ngurah Rai, Padangsambian Kaja dan Kesiman Kertalangu telah dilakukan Kementerian PUPR sejak pertengahan 2022 menyusul rencana penutupan TPA Suwung pada saat pelaksanaan KTT G20 di November 2022.

Namun, hingga pelaksanaan G20 selesai, kelanjutan penutupan TPA Suwung serta operasional TPST juga semakin tidak jelas. Sejumlah warga Denpasar menilai apa yang menjadi program pemerintah menjelang G20 tidak dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, apa yang digenjot sebelum G20, semua berakhir setelah hajatan internasional itu selesai.

Baca juga:  Hutan untuk Pariwisata Perparah Krisis Air di Bali

Akibatnya, program pemerintah daerah, seperti Pemkot Denpasar, tidak bisa dieksekusi. Demikian pula nasib TPST semakin tidak jelas. Kapan akan beroperasi penuh dan seperti apa pula nasib TPA Suwung ke depan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar, I.B. Putra Wibawa yang dikonfirmasi, Senin (16/1) mengatakan saat ini masih ada penambahan pekerjaan dari Kementerian PUPR pada proyek TPST. Akibatnya, operasionalnya belum bisa maksimal. “Masih ada penambahan item pekerjaan dari PUPR,” ujarnya singkat.

Seperti diketahui, TPST di Kesiman Kertalangu sempat mau uji coba pelaksanaan operasional. Pada saat uji coba itu, operasionalnya tidak langsung 100 persen dari kapasitas pengolahan sampah. Saat uji coba, hanya dilakukan 30 persen dari total kapasitas pengolahan.

Kapasitas pengolahan sampah di TPST Kesiman kertalangu ini sebesar 450 ton per hari. TPST ini akan dikelola oleh PT Bali Citra Metro Plasma Power (BCMPP) yang telah menang tender beberapa waktu lalu. Sistem pengelolaan TPST ini menggunakan sistem kontrak payung selama 20 tahun.

Baca juga:  Nyepi Segara di Perairan Nusa Penida, Penyeberangan Ditutup Sehari

Direktur PT CMPP, Made Wahyu Wiratma dalam pemaparannya di depan jajaran DPRD Denpasar beberapa waktu lalu mengatakan sampah tersebut akan diolah menjadi briket sampah atau Refuse Derived Fuel (RDF) untuk sampah kering. Sementara untuk sampah basah yang berupa buah dan sayur digunakan sebagai makanan magot dan kompos serta pelet. “RDF ini memiliki nilai kalor yang sama sehingga bisa menggantikan bahan-bahan alat pembakaran kotor seperti batubara. Nilai kalornya 3.000 kalori yang sama dengan batubara,” katanya.

Proyek pembangunan TPST ini dilakukan Kementerian PUPR melalui Dirjen Cipta Karya dengan pelaksana pembangunan PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagai kontraktor dan PT Bemaco Rekaprima JV serta CV Indera Cipta Konsultan sebagai konsultan supervisi. Adapun pembangunan TPST dilakukan pada tiga titik di Kota Denpasar, yakni Kawasan Tahura Suwung, Desa Kesiman Kertalangu, dan Desa Padangsambian Kaja.

Baca juga:  Tiga Hari Berturut, Tambahan Kasus Nasional Capai Seribuan Orang

Anggaran proyek fisik tiga TPST di Denpasar ini pagu DIPA Kementerian PUPR senilai Rp105 miliar dengan pemenang tender PT Adhi Karya dengan harga penawaran Rp88,8 miliar. Sementara itu sejumlah desa di Denpasar sudah membuat SK soal pengelolaan sampah berbasis TPST.

Salah satu materi yang dikeluhkan warga yakni diatur iuran smapah per KK yakni Rp35.000 per bulan, dan tiap kamar kos juga dikenakan tarif serupa. Bagi duna usaha dikenakan tarif yang lebih tinggi. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN