Petugas melakukan fogging di salah satu permukiman warga Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Musim pancaroba yang terjadi saat ini dipastikan dapat memincu timbulnya kasus demam berdarah dengue (DBD). Fenomena ini mulai terlihat di Denpasar. Data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Denpasar menunjukan adanya peningkatan kasus DBD sejak beberapa bulan lalu.

Karena itu, warga diminta untuk waspada dan melakukan pemeriksaan keberadaan jentik di lingkungan sekitar. Dengan melakukan pemberantasan sarang jentik, kasus DBD bisa diminimalisir.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Denpasar, dr. Anak Agung Ayu Candrawati saat dihubungi, Rabu (18/1) mengatakan, kasus DBD di Kota Denpasar mengalami peningkatan sejak Desember 2022. Dimana pada bulan November hanya ada 58 kasus dan Desember meningkat menjadi 201 kasus. Kemudian di bulan Januari 2023 diprediksi lonjakan kasus DBD masih akan terjadi. Pasalnya hingga 17 Januari 2023 terdata ada sebanyak 102 kasus.

Baca juga:  Karena Ini, Empat Wilayah Masuk Zona Merah Narkoba

“Jika dilihat dari tren per bulan tahun 2022, memang ada lonjakan kasus pada Desember 2022. Januari ada peningkatan kasus juga karena sampai pertengahan bulan sudah ada 102 kasus,” katanya.

Adanya peningkatan kasus ini menurutnya disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu kadang hujan dan kadang panas. Hal ini menyebabkan banyak air tergenang di tempat penampungan dan menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk. Apalagi menurutnya saat ini masyarakat belum terlalu menyadari hal tersebut.

“Penularannya sangat cepat, misal ada kasus dan darah penderita dihisap nyamuk penyebab DBD maka akan cepat menular,” jelasnya.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Melonjak, BOR Non ICU RSUP Sanglah Hampir 90 Persen

Terkait langkah antisipasi penyebaran DBD ini diperlukan peran serta masyarakat.

Karena pencegahan DBD tak akan bisa dilakukan apabila hanya dengan mengandalkan fogging. “Langkah yang bisa dilakukan sangat simpel, cukup gerakan 3M atau Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) itu paling efektif efisien,” katanya.

Pihaknya mengimbau, agar di setiap rumah ada satu orang yang bertugas memantau jentik minimal seminggu sekali. “Jika ada air yang tergenang di bak mandi atau penampungan, lakukan pengurasan secara rutin minimal seminggu sekali. Sehingga masyarakat mohon kesadarannya juga, jangan hanya mengandalkan fogging saja dari kami,” katanya.

Ayu Candrawati menambahkan, terkait dengan pelaksanaan fogging, ada beberapa hal atau persyaratan yang harus terpenuhi. Sehingga tak bisa dilakukan setiap saat apalagi ada dampak serius yang ditimbulkan terhadap kesehatan.

Baca juga:  Nataru, Konsumsi Avtur di Bali Diprediksi Naik 21 Persen

Syarat untuk bisa dilakukan fogging fokus yakni ada tiga kasus dalam radius 100 meter persegi. Atau ada demam dengan penyebab tidak jelas dan saat pemeriksaan jentik ditemukan ada 20 jentik di kawasan tersebut. “Karena fogging ini hanya membunuh nyamuk dewasa saja, kalau masih ada jentik nanti akan tumbuh jadi nyamuk dewasa lagi, sehingga tidak mungkin fogging terus-terusan,” katanya.

Selain itu ada beberapa efek samping dari fogging yakni kanker kulit, gagal ginjal, hingga mual dan muntah jika terlalu banyak menghirup asap fogging. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN