Prof. apt. Dr.rer.net. I Made Agus Gelgel Wirasuta. M.Si. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kesehatan merupakan salah satu bidang program prioritas Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) dalam mewujudkan visi Pembangunan Provinsi Bali, “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Gubernur Koster pun secara genial memberdayakan kesehatan tradisional (usadha) Bali melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kesehatan.

Pelayanan Usadha Bali yang dikembangkan Gubernur Koster ini sebagai bentuk penguatan kearifan lokal Bali sekaligus untuk mendukung Ekonomi Kerthi Bali.

Akademisi Universitas Udayana, Prof. apt. Dr.rer.net. I Made Agus Gelgel Wirasuta. M.Si., mengatakan, sistem pengobatan tradisional Bali diperkirakan berkembang semenjak zaman Empu Kuturan (sekitar abad 11-13 Masehi). Oleh Mpu Kuturan, ajaran sehat ini tertuang dalam bingkai Tri Hita Karana. Namun, sehat menurut leluhur Bali adalah kesetimbangan semua unsur ”Sat Kerthi”. Dimensi sehat ini akan melahirkan paradigma sehat krama Bali Era Baru, yaitu sehat sekala-niskala, ”health with inere beauty”. Filosopi sehat orang Bali dikembangkan sebagai pondasi “balinese wellness” yang dapat dimengerti sebagai cara manusia Bali menuju kebahagiaan sejatinya “morksartam Jagadita Ja Ca Iti Dharma”.

Filosopi ini dikembangkan sebagai salah satu industri balinese wellnes tourism yang menggerakkan industri obat herbal Bali yang bersinergis dengan Industri Pertanian BioFarmaka, Industri Kosmetik Bali, Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali, Industri Makanan Sehat Bali, dan Balinese Wellness Hospitality. “Pelayanan pengobatan tradisional integrasi, khususnya pengobatan tradisional Bali adalah usaha Gubernur Koster mengangkat pengobatan usadha dapat berjalan seiring saling bahu membahu, isi mengisi dalam mewujudkan manusia Bali dengan Jana Kertih, yang sehat sakala-niskala dan berkarakter unggul,” ujar Prof. Gelgel Wirasuta.

Baca juga:  Bank Dunia Sebut Dua Kebijakan Ini Jadi Kunci Pemulihan Dampak Pandemi di Indonesia

Dikatakan, pengembangan pelayanan pengobatan trdisional Bali telah mampu membawa pengobatan usadha menjadi pengobatan yang rasional dan ilmiah. Sehingga pada akhirnya dapat memantik kekuatan pertumbuhan ekonomi krama Bali. Harapan visi pembangunan Pemprov Bali 2018-2023 adalah menempatkan usada complementary alternative medicine akan tumbuh menjadi model mengobatan alternative yang diterima oleh masyarakat dunia dalam usaha meningkatkan ketahanan kesehatan global.

Lebih lanjut dikatakan, rencana pembangunan pusat riset obat herbal Bali sebagai satu bukti kesungguhan Gubernur Koster menempatkan industri obat herbal dan kosmetik Bali menjadi salah satu pondasi perekonomian Bali ke depan. Dukungan pemerintah pusat sangat diperlukan dalam memenuhi kelengkapan pusat riset ini. Pengembangan industri hilir seperti yang telah dibangun oleh Pemprov (3 Pusat Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat/P4TO) memerlukan pengembangan dan dukungan regulasi agar menjadi motor penginduksi industri obat herbal dan Komsetik Bali. Apalagi, Pengobatan Tradisional Bali telah mendapatkan tempat di mata wisatawan asing.

Baca juga:  Selama 10 Hari Berturut, Zona Merah Ini Laporkan Tambahan Korban Jiwa COVID-19

Diungkapkan, pada tahun 2008 pasar obat herbal dunia bekisar 200 juta dolas AS. WHO memprediksi akan terjadi kenaikan kebutuhan obat herbal dunia setiap tahunnya sekitar 7%, sehingga pada tahun 2025-2050 diperkirakan nilai market obat herbal mencapai 50 Miliard dólar US. Tingginya kebutuhan obat herbal dunia merupakan peluang Bali dalam menggali sumber pendapatan krama Bali, sehingga tidak bertumpu hanya pada pendapatan pariwisata.

Apalagi, kebijakan Gubernur Koster dalam pengembangan pengobatan tradisional Bali bekerjasama dengan Prodi Ayurwedha Fakultas Kesehatann Unhi Denpasar dan Prodi Yoga UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar bersama-sama mendidik anak-anak muda Bali menjadi tenaga kesehatan tradisional yang siap bekerja di Puskesmas-Kestrad, Rumah Sakit Komplementer dan Interasi. Pendidikan kesehatan tradisional mengacu pada kearifan lokal pengobatan usadha. “Dengan demikian, lambat laun warisan leluhur Bali akan mendunia dan ikut ambil andil dalam pemelirahaan kesehatan Bangsa,” tandasnya.

Sementara itu, menurut Dekan Fakultas Kesehatan Unhi Denpasar, Dr. Drs. Ida Bagus Suatama, M.Si., kebijakan program gubenrur koster terhadap pengembangan usadha Bali menjadi salah satu bentuk Balinisasi lewat penyelamatan tradisi Bali yang adi luhung. Diungkapkan, tahun 1937 usadha Bali telah diteliti oleh orang asing, dr. Wolf Gank Von Weack dengan judul bukunya “Heilkunde Und Volkstor Auf Bali” atau Sistem Kesehatan Dan Bhudi Pekerti Rakyat Bali. Sehingga, dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2019 menjadi payung hukum yang patut disyukuri, karena kegelisahan para pengusada sudah terakomodir. Apalagi, oleh Gubernur Koster pengurus Gotra Pengusada sebagai bentuk wadah organisasi profesi pengusada telah dibentuk dan dikukuhkan. Sehingga, Gotra Pengusada sudah mulai dilibatkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali dalam memasyarakatkan pengusada terintegrasi di seluruh Bali.

Baca juga:  Ratusan Stafnya Terpapar COVID-19, RS Rujukan Terbesar di Zimbabwe Lumpuh

“Jadi Usadha yang terhegemoni oleh modernitas sudah mulai bangkit dan dilibatkan mengikuti aturan kesehatan yang berlaku. Karena baru bangkit, maka setapak demi setapak tugas para akademisi mencetak kader-kader pengusada modern, baik yang emperis, complementer maupun yang terintegrasi,” ujar Ida Bagus Suatama.

Lebih lanjut dikatakan, melalui kebijakan yang telah dikeluarkan Gubernur Koster (Pergub Nomor 55 Tahun 2019 dan Perda Nomor 6 Tahun 2022) menjadi pegangan kuat bagi pemajuan kebudayaan dan memberdayakan sumber daya masyarakat Bali. Oleh karena itu, sebagai lembaga akademik Unhi Denpasar mendukung sepenuhnya dan telah menyiapkan untuk membuka Prodi Usada Bali. “Sebelum ada Prodi Ayurweda sudah pernah ada D3 Usada Bali, dan ini menjadi cikal bakal Prodi Ayurweda. Dengan terbitnya Pergub Nomor 55 Tahun 2019 itu peluang untuk membuka Prodi Usada Bali terbuka lebar. Kami sebagai Dekan dan sebagai praktisi angayubagya dan paramaning suksma atas terbitnya Pergub itu,” pungkasnya. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN