DENPASAR, BALIPOST.com – Kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster, dan Wakil Gubernur Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) kini sudah berjalan empat tahun. Selama empat tahun perjalanannya memimpin Bali, sudah banyak yang bisa ditorehkan paket yang diusung PDI-P ini. Bahkan, apa yang dijalankan melalui program-program strategis Wayan Koster-Cok Ace dinilai sangat fundamental dan dilakukan secara komprehensif.
Misalnya saja, kebijakan Koster-Cok Ace dalam penguatan adat dan budaya Bali melalui regulasi yang telah dikeluarkannya melalui Perda No. 4 tahun 2019 tentang Desa Adat, dinilai sebagai langkah nyata dalam upaya memperkuat kedudukan, kewenangan dan fungsi desa adat serta memberdayakan potensi ekonomi desa adat. Hal ini disampaikan Bendesa Madya Majelis Desa Adat Denpasar, Dr. Drs. A.A. Ketut Sudiana, S.H., A.Ma., M.H., yang dihubungi, Minggu (22/1).
Bendesa Madya Sudiana menjelaskan empat tahun kepemimpinan Gubernur Bali, dengan sejumlah capaian pembangunan yang sangat fundamental dan komprehensif. Karena capaian gubernur dan wakilnya, hingga 2022 lalu sangat dirasakan program kerjanya. Hal ini bisa dilihat dari terwujudnya 44 tonggak peradaban penanda Bali era baru, yang salah satunya, yakni memuliakan desa adat di Bali.
Sudiana menilai upaya Gubernur Bali bersama wakilnya dalam memuliakan desa adat dapat dilihat dari kebijakan Gubernur yang telah mampu menelorkan Perda No. 4 tahun 2019 tentang Desa Adat. Perda ini sebagai bukti kerja nyata dari Gubernur Bali Wayan Koster dalam upaya untuk mewujudkan penguatan desa adat.
“Regulasi ini merupakan langkah strategis bukan saja di lingkup lokal, namun juga secara nasional. Ini sangat strategis dan komprehensif dalam rangka upaya memperkuat dan memuliakan desa adat sebagai benteng budaya Bali,” ujarnya.
Kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster, dan Wagub Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, tak diragukan lagi berkomitmen menjaga adat istiadat Bali secara menyeluruh di wilayah Pulau Bali, tak terkecuali di Kabupaten Jembrana. Sebagai kabupaten yang berada paling Barat dan wilayah perbatasan dengan pulau Jawa, Gubernur Koster memberikan perhatian pada upaya menjaga adat istiadat, kesenian dan local genius Gumi Makepung untuk tetap eksis dan terjaga.
Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Jembrana, I Nengah Subagia mengatakan selain melalui kebijakan melalui sejumlah peraturan yang terbukti memperhatikan adat dan budaya, selaku Gubernur, Wayan Koster, juga memberikan perhatian pada Kabupaten Jembrana.
Seperti alokasi anggaran provinsi lewat BKK untuk pembangunan Krematorium di Pekutatan dan perbaikan Pura Jagatnata Jembrana tahun lalu. “Ini salah satu bukti perhatian Pak Koster, kabupaten Jembrana yang berada di pintu masuk Bali dari Pulau Jawa ini kiranya juga perlu perhatian khusus dalam menjaga keamanan, ketertiban dan kenyamanan di tingkat desa atau kelurahan,” katanya. Hal itu juga telah dirancang, melalui program pengamanan yang berbasis desa adat melibatkan Babinkamtibmas, Babinsa, Linmas dan Pecalang. Dalam istilah yang populer disebut Si Pandu Beradat (Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat) ini, perlu ditekankan lagi khususnya di Kabupaten Jembrana yang wilayahnya mencakup perbatasan.
Sistem itu saat ini juga telah dipatenkan dengan Badan Keamanan Desa Adat (Bakamda) yang mengatur tugas dan fungsi masing-masing pihak. “Sistem ini menurut kami sangat tepat dengan dilibatkannya desa adat di skup lingkungan, ini perlu menjadi perhatian dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban Bali, dimulai dari lingkungan,” ujar Subagia dihubungi Minggu (22/1).
Beberapa kebijakan Gubernur Koster, menurutnya juga sangat menyentuh dan memberikan perhatian pada eksistensi adat dan budaya Bali. Dan hal itu diimplementasikan bukan hanya di lingkup desa adat, melainkan juga instansi atau masyarakat secara umum di Bali. Membangun dan membangkitkan masyarakat Bali untuk ikut menjaga budaya dan adatnya.
Senada, Bendesa Madya MDA kabupaten Bangli Ketut Kayana menyebut salah satu bukti kerja nyata Gubernur Koster memuliakan desa adat dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 04 Tahun 2019 tentang desa adat. Dengan adanya Perda itu desa adat kini sebagai subjek hukum.
Kayana menilai perhatian Gubernur Koster terhadap desa adat di Bali selama ini sangat luar biasa. Desa adat dibina langsung oleh pemerintah provinsi Bali. Bantuan anggaran yang dikucurkan untuk masing-masing juga ditingkatkan. “Kita di desa adat sekarang relatif banyak mendapat anggaran sekarang, Rp300 juta. Lumayan banyak walaupun dari segi kebutuhan masih kurang, tapi nilai bantuan yang diberikan terjadi peningkatan tajam,” kata Kayana, Minggu (12/1).
Dari anggaran yang diberikan itu juga sudah diplot untuk insentif bandesa dan prajuru. Tak hanya itu, dalam mengelola anggaran, pemerintah Provinsi Bali juga mempersilakan desa adat untuk mengangkat tenaga administrasi yang bisa dibiayai dari anggaran tersebut. “Itu artinya Pemda Bali sangat paham dan menyadari bahwa kemampuan bandesa dan prajuru variatif. Ini lompatan yang sangat luar biasa,” kata Kayana.
Selama memimpin Bali, Gubernur Koster juga dianggap sangat perhatian terhadap kelestarian seni dan budaya Bali. Gubernur Koster dinilai komit dalam memproteksi segala bentuk kesenian dan kearifan lokal di Bali. “Ada pula yang fantastis menurut kami adalah adanya proteksi gubernur terhadap peningkatan ekonomi Krama Bali melalui berbagai terobosan,” ungkapnya.
Dia mencontohkan terobosan yang dibuat gubernur Koster dalam mengangkat ekonomi Krama Bali khususnya yang bergerak di bidang kerajinan tenun endek yakni membawa endek go internasional. “Demikian juga dengan arak, sekarang dibuatkan aturan. Sehingga arak yang dibuat perajin di Bali tetap bisa laku, di sisi lain penggunaannya juga bisa sesuai norma yang ada,” jelasnya.
Kayana berharap program dan kebijakan Gubernur Koster bisa berjalan secara kontinu dan ditingkatkan di masa yang akan datang. “Kebijakan dan program Gubernur Koster pantas diacungi jempol,” pungkasnya. (Asmara Putera/Surya Dharma/Dayu Swasrina/balipost)