DENPASAR, BALIPOST.com – Tokoh pariwisata Bali, Dr. (HC) Jero Gede Karang Tangkid Suarshana, MBA., berpulang pada Minggu (22/1) sekitar pukul 16.00 WITA. Ia berpulang tepat di ulang tahunnya yang ke-80.
Ketua Asita Bali, Putu Winastra yang juga merupakan keponakan almarhum menuturkan Jero Tangkid, demikian almarhum biasa disapa, merupakan tokoh pariwisata yang memang concern terhadap Bali menjadi destinasi pariwisata. Almarhum juga merupakan salah satu pemilik Bali Tropic Hotel, Tanjung Benoa.
Satu hal yang tak bisa dilupakannya adalah kepedulian almarhum terhadap keberlanjutan pariwisata Bali. Pada saat itu, almarhum telah memikirkan agar jangan sampai Bali kekurangan air.
Hal ini terbersit karena almarhum yang merupakan kelahiran Desa Undisan Kelod, Tembuku, Bangli pada 22 Januari 1943 itu, memahami kehidupan di hulu, cara menjaga mata air agar di hilir tak sampai kekurangan air. “Di zaman itu, almarhum sudah berbicara tentang masalah air, tahun 1994 kalau tidak salah, jangan sampai Bali kekurangan air,” ungkapnya.
Almarhum meninggalkan 2 orang anak. Satu diantaranya merupakan anak angkat almarhum dan 4 orang cucu.
Winastra menuturkan sebelum berpulang, keluarga besar almarhum hendak merayakan hari ulang tahun almarhum di salah satu kafe kopi di Kintamani. Namun belum sempat turun dari mobil, almarhum merasa lemas.
Keluarga pun membawa almarhum ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit, almarhum dinyatakan telah berpulang.
Winastra mengatakan almarhum memang memiliki riwayat sakit stroke dan selama ini aktivitasnya lebih banyak di kursi roda. “Beliau sebenarnya bisa ke mana-mana tapi memakai kursi roda dan dibantu asisten. Karena sudah biasa seperti itu, kemarin kita rayakan ulang tahunnya yang ke-80 di salah satu coffee shop di Kintamani, bersama seluruh keluarga besar,” tuturnya.
Seluruh keluarga dari Bangli maupun dari Sesetan berkumpul dan menunggu di lokasi. “Namun ketika almarhum datang, tiba-tiba almarhum lemas di mobil dan tidak bisa turun. Karena lemas, keluarga pun membawa ke rumah sakit terdekat,” ungkapnya.
Sesampai di sana, dengan dibantu alat bantu jantung, ternyata nyawa almarhum tidak tertolong. “Kami sekeluarga syok karena beliau meninggal pas di hari ulang tahunnya ke -80,” ungkapnya.
Putu Winastra merasa sangat kehilangan karena baginya almarhum seperti ayah kandungnya. Sejak kecil ia dididik dan disekolahkan hingga menjadi seperti saat ini.
Almarhum menurutnya adalah sosok pemimpin yang bijaksana dan mampu membimbing anak-anak dengan baik termasuk ia sendiri. Maka dari itu kedekatan tidak hanya terjalin pada anaknya namun pada seluruh keluarganya. “Beliau sudah seperti ayah saya sendiri. Beliau sekolahkan saya dan jadi mentor saya, hingga saya bisa di pariwisata ini karena beliau,” ungkapnya.
Lebih lanjut Putu Winastra menuturkan bahwa almarhum pernah menjabat Ketua Asita Bali 1985 – 1987. Pada masa kepemimpinannya, almarhum berhasil mencetuskan gagasan Bali Travel Mart dan event Pertemuan Sodagar se-Indonesia di Hotel Inna Grand Bali Beach yang dihadiri Wakil Presiden Yusuf Kalla.
Almarhum juga aktif di dunia politik dengan berkecimpung di Partai Demokrat. Bahkan almarhum merupakan salah satu tim sukses SBY saat maju menjadi Presiden. “Bahkan sempat menjadi kandidat menteri pariwisata bersama dengan Jero Wacik namun pada akhirnya Jero Wacik menjadi menteri pariwisata,” tuturnya. (Citta Maya/balipost)