DENPASAR, BALIPOST. com- Kebijakan legalisasi Arak Tradisional Bali yang dilakukan Gubernur Bali, Wayan Koster melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali telah berdampak positif. Tidak hanya telah meningkatkan jumlah perajin/petani Arak Bali, juga meningkatkan serapan tenaga kerja lokal.
Apalagi, Gubernur Koster telah menetapkan tanggal 29 Januari sebagai Hari Arak Bali melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022. Tujuannya untuk menghidupkan tradisi budaya Bali yang diwariskan oleh leluhur, juga sebagai upaya untuk memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat Bali yang berprofesi sebagai petani dan perajin Arak Bali.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali, I Wayan Jarta membeberkan perkembangan positif yang dihasilkan oleh implementasi Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Diungkapkan, jumlah perajin/petani Arak Bali mengalami peningkatan dari 920 KK di Tahun 2019 menjadi 1.486 KK pada Tahun 2022. Kemudian, jumlah tenaga kerja dari 1.820 orang di Tahun 2019 meningkat pesat menjadi 4.458 tenaga kerja pada Tahun 2022.
“Hal ini juga diiringi oleh jumlah Koperasi yang menjadi distributor Arak Bali, dimana sampai Tahun 2022 ada sebanyak 9 Koperasi dengan jumlah varian produk/merk minuman beralkohol berbahan baku Arak Bali yang sudah dijual secara legal ditempat tempat penjualan eceran mencapai 12 merk dagang di Tahun 2021, kemudian naik menjadi 32 merk dagang pada Tahun 2022,” ungkap Wayan Jarta.
Ahli Farmasi Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt.,M.Si., menyebut Bali sebagai penghasil devisa pariwisata paling tinggi di Indonesia, sudah seharusnya menangkap peluang ekonomi di sektor pariwisata dengan memberdayakan potensi alam dan warisan budaya Bali yang dianugerahi berupa Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, yakni Arak Bali. “Ada 80 persen minuman ber-alkohol beredar di Bali, namun sebelum adanya Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, minuman Arak Bali tidak boleh beredar di hotel/restaurant. Kini bersyukur minuman fermentasi ini dapat diproduksi sampai masuk hotel/restaurant setelah ditata dengan baik melalui Pergub Nomor 1/2020,” tegas Prof. Gelgel.
Untuk itu, dikatakan bahwa penataan yang dilakukan terhadap minuman Arak Bali sesuai kebijakan Gubernur Bali adalah upaya untuk membangun ekonomi berbasis kerakyatan. Apalagi, jika ekonomi ini terbangun dengan gotong royong, maka penghasilan ekonomi rakyat yang berprofesi sebagai petani dan perajin arak akan meningkat. Dengan demikian, para petani dan perajin ini akan memelihara budaya destilasinya, dan memelihara tanaman-tanaman (Pohon Enau, Pohon Kelapa, dan Pohon Ental) yang memproduksi Arak Bali.
“Petani Arak Bali akan memberikan kebanggaan terhadap Pulau Bali, ketika para wisatawan yang berlibur ke Pulau Dewata mulai mencintai Arak Bali sebagai minuman kesukaannya. Orang yang berwisata juga akan membawa cerita, bahwa wisatawan yang ke Bali tidak mencari wine, brandy, whiskey, namun ke Bali mencari Arak Bali karena cita rasanya yang khas dan enak. Nah inilah tujuannya Bapak Gubernur Bali, Wayan Koster memberikan keberpihakan terhadap minuman tradisional Arak Bali yang diwujudkan berupa Pergub Nomor 1/2020 hingga peringatan Hari Arak Bali, agar petani dan perajin Arak itu mendapat manfaat ekonomi. Bukan malah Hari Arak Bali dipelesetkan ke arah yang mengajak masyarakat untuk mabuk-mabukan,” tandasnya.
Ketua Yayasan Konsumen Bali, Ketut Udi Prayudi menyampaikan nada dukungannya terhadap kebijakan Gubernur Koster dengan ditetapkannya tanggal 29 Januari sebagai Hari Arak Bali. Alasan Ketua Yayasan Konsumen Bali yang memiliki tugas mengedukasi konsumen ini mendukung peringatan Hari Arak Bali, karena melihat Gubernur Koster adalah pemimpin yang menjaga tradisi budaya Bali. Salah satunya berupa minuman tradisional lokal Bali berupa Arak Bali yang kini telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, dan telah mendapat Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Selain itu, Arak Bali juga diketahuinya telah mendapat ijin edar dari Badan POM RI dan pita cukai dari Kanwil Bea dan Cukai Provinsi Bali. Sehingga pasti di dalam produksinya Arak Bali telah diatur sampai diawasi sesuai semangat Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. “Jadi, dengan ditetapkannya tanggal 29 Januari di Bali sebagai Hari Arak Bali yang digagas oleh Gubernur Koster melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022, saya sangat mendukung dan setuju atas gagasan tersebut. Bapak Wayan Koster mengeluarkan keputusan ini, saya yakin didasari oleh perhitungan yang cermat. Sehingga Bapak Gubernur Bali, saya cermati adalah seorang pemimpin yang berani mengambil resiko demi mengangkat harkat Arak Bali yang dulu tidak mendapat perhatian, kini mendapat keberpihakan dari Gubernur Wayan Koster,” ujarnya.
Ia mengatakan Gubernur Koster patut diapresiasi keberaniannya yang telah melindungi petani dan perajin Arak Bali. Lebih lanjut, Ketua Yayasan Konsumen Bali berpandangan sudah saatnya memberi kesempatan kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk merealisasikan kebijakannya. Termasuk memperingati Hari Arak Bali, sebagai wujud nyata untuk memberikan keberbihakan totalitas kepada petani, pelaku IKM/UMKM/Koperasi agar tujuan kesejahteraan tercapai.
Yayasan Konsumen Bali yang juga bertugas untuk mengawasi perdagangan, pelaku usaha, dan mengawasi hal-hal yang bersifat merugikan konsumen baik secara kesehatan dan ekonomi, dalam pandangannya lebih condong mengajak masyarakat yang kritis untuk bersuara memerangi peredaran arak gula. Karena keberadaan arak gula mengancam tradisi dan kelestarian minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dengan bahan baku lokal.
Arak gula pula mengancam kesejahteraan para petani dan perajin arak, karena merugikan harga pasar. Selanjutnya, arak gula mematikan cita rasa dan branding arak Bali, serta arak gula membahayakan kesehatan masyarakat, karena disebutkan di dalam destilasinya arak gula mengandung ragi dan tentu bertentangan dengan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. (Kmb/Balipost)