Salah seorang perajin arak tradisional di Desa Jelekungkang sedang memproses bahan baku arak. (BP/Dokumen)

BANGLI, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster menetapkan tanggal 29 Januari sebagai hari arak Bali. Langkah itu diapresiasi Bendesa Adat Jelekungkang I Nengah Merta.

Menurutnya penetapan hari arak adalah salah satu terobosan dalam melestarikan dan mengangkat arak Bali yang merupakan warisan budaya leluhur Bali. Desa Adat Jelekungkang sendiri dulunya terkenal sebagai tempat penghasil arak.

Hampir serratus persen warga di desa adat tersebut dulunya melakoni usaha pembuatan arak tradisional rumahan. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah perajin arak di sana terus berkurang.

Merta mengungkapkan saat ini jumlah perajin arak yang tersisa di Jelekungkang hanya dua orang. Beberapa hal yang membuat menurunnya minat generasi muda melanjutkan usaha pembuatan arak, dikarenakan dalam prosesnya harus memanjat pohon kelapa yang tinggi untuk mengambil tuak yang merupakan bahan baku arak. Proses itu dalam istilah Bali disebut ngirisin.

Baca juga:  Sebelas Orang Tokoh Terima Anugerah Pers K. Nadha

Tak hanya itu, yang juga membuat usaha pembuatan arak ditinggalkan dikarenakan dalam proses produksinya dulu harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sebelum diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Bali tentang Minuman Khas Bali 2020 lalu, arak bali termasuk illegal. Karena ilegal, beberapa warga Jelekungkang yang memproduksi arak sering ditangkap aparat berwajib. “Karena ketakutan warga akhirnya memilih meninggalkan usaha pembuatan arak,” ujarnya.

Merta mengungkapkan bahwa saat ini warga di Jelekungkang lebih memilih menjual tuak dibanding membuat arak. Karena dari segi ekonomi lebih menguntungkan. Harga jual tuak lebih mahal dibanding arak. “Kalau arak bisa punya nilai tinggi dari tuak. Bisa saja warga kembali bikin arak,” katanya.

Baca juga:  Desa Adat Giri Utama Tibu Tanggang Rintis Bupda Air Bersih

Merta berharap usaha pembuatan arak Bali di Jelekungkang bisa tetap ada. Tidak sampai punah. Untuk membangkitkan perajin arak dan meningkatkan nilai jual arak Bali, menurutnya peran pemerintah sangat dibutuhkan. “Mungkin ada campur tangan teknologi yang bisa dimainkan untuk membantu bagaimana menghasilkan kualitas arak yang baik sehingga punya nilai jual lebih tinggi. Jadi nanti arak ada kelasnya,” ujarnya.

Usaha pembuatan arak Bali yang dilakukan secara tradisional diakuinya menjadi salah satu potensi yang dimiliki Jelekungkang. Potensi itu bisa dikembangkan untuk mendukung pariwisata di desa setempat. Merta mengaku pihaknya sebenarnya sempat merencanakan untuk menggarap potensi tersebut. Namun karena terhalang pandemi covid-19, rencana itu belum bisa berjalan. “Mudah-mudahan pariwisata Bali bisa kembali bangkit dengan kedatangan wisatawan cina yang kemarin disambut langsung bapak gubernur. Mudah-mudahan bisa terus mengeliat sehingga kami di desa adat bisa mengembangkan potensi yang ada lebih lanjut,” harapnya. (Dayu Swasrina/balipost)

Baca juga:  Bergerak Memperkokoh Desa Adat
BAGIKAN