Chief Economist and Director Research Department Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Pierre-Olivier Gourinchas (tengah) dalam konferensi pers "World Economic Outlook Update" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (31/01/2023). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Dua negara, yakni India dan Tiongkok, diperkirakan menyumbang setengah dari pertumbuhan global pada 2023. Hal itu dikatakan Chief Economist and Director Research Department International Monetary Fund/IMF (Dana Moneter Internasional) Pierre-Olivier Gourinchas, dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (31/1).

Ekonomi dunia diproyeksikan bertumbuh sebesar 2,9 persen pada 2023 atau menurun dari kemungkinan pertumbuhan 3,4 persen dari 2022. “Dengan ekonomi yang sekarang dibuka kembali, kami memproyeksikan pertumbuhan Tiongkok kembali menjadi 5,2 persen pada 2023, sedangkan India akan tumbuh 6,1 persen,” ungkap Gourinchas dalam konferensi pers “World Economic Outlook Update” yang dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (31/1).

Baca juga:  Nataru dan Galungan Dipastikan Tak Picu Kenaikan Harga Pangan

Pembukaan kembali Tiongkok secara tiba-tiba membuka jalan bagi pemulihan aktivitas yang cepat dan kondisi keuangan global telah membaik karena tekanan inflasi mulai mereda. Hal itu dan melemahnya dolar Amerika Serikat (AS) dari level tertinggi November 2022 memberikan sedikit kelegaan bagi negara-negara berkembang.

Maka dari itu, ia menyebutkan negara pasar berkembang dan negara berkembang yang telah mencapai titik terendah sebagai sebuah kelompok, diperkirakan akan tumbuh secara moderat menjadi 4 persen pada tahun ini.

Baca juga:  Sales Mission Ke Tiongkok, Perusahaan "Whitelist" Diperkenalkan ke Agen Perjalanan

Sementara itu, gabungan pertumbuhan AS dan kawasan Euro hanya akan menyumbang 10 persen dari pertumbuhan global tahun ini. Pertumbuhan Negeri Paman Sam diproyeksikan melambat menjadi 1,4 persen pada 2023 dari 2 persen pada 2022 akibat kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, The Fed yang berhasil menembus perekonomian.

Kondisi kawasan Euro pun lebih menantang, lanjut Pierre, meskipun ada tanda-tanda ketahanan terhadap krisis energi musim dingin yang ringan dan dukungan fiskal yang besar. “Dengan pengetatan kebijakan moneter dan guncangan negatif perdagangan karena kenaikan harga impor energi, kami perkirakan pertumbuhan kawasan Euro akan mencapai titik terendah sebesar 0,7 persen tahun ini,” ucap dia.

Baca juga:  Platform "Social Commerce" Dilarang Fasilitasi Transaksi Perdagangan

Secara keseluruhan untuk negara maju, perlambatan akan lebih terasa dengan penurunan dari 2,7 persen pada tahun lalu menjadi 1,2 persen di tahun ini, di mana sembilan dari 10 ekonomi maju akan mengalami perlambatan pertumbuhan tahun ini. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN