Tangkapan layar desain salah satu area yang menghadirkan suasana Moroko di Ecopark PIK2. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ecopark Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 merupakan salah satu destinasi wisata di DKI Jakarta yang cukup ramai dikunjungi. Keberadaan ecopark ini akan makin diperlengkap sebagai upaya pengembangan properti yang tidak lepas dari tanggung jawab lingkungan yang berkelanjutan.

Kawasan Ecopark yang mengangkat tema keberagaman ini dirancang sebagai kawasan multireligi dan multikultural tepi danau seluas 54 Ha dengan menghadirkan miniatur kehidupan berbagai negara. Demikian disampaikan Director DP Architects Singapore Rida Sobana dalam pemaparan virtual, Selasa (14/2) dipantau dari Denpasar.

Dijelaskannya, konsep dasar dari Ecopark itu adalah mencoba menggabungkan 2 peran. Peran pertama terkait sustainability (keberlanjutan), berupa fungsi dasar sebagai penyediaan ruang terbuka hijau yang asri, menjadi paru-paru kota PIK2, fungsi penampungan air hujan, pengendalian banjir, dan menjamin terciptanya ekosistem lingkungan yang sehat. “Peran kedua adalah Place Making/Public Space dimana fungsi lainnya adalah menciptakan ruang hijau yang aktif dan menjadi destinasi favorit komunitas dan warga di sekitar, sehingga menjadi bagian yang integrated dari tata ruang kota di PIK2,” jelas Rida.

Baca juga:  Pengungsi Paksa di Dunia Mencapai 120 Juta Pada 2023

Secara prinsip, karena ukuran ecopark yang sangat luas, akan dibagi dalam 3 bagian, yaitu Barat, Tengah, dan Timur. Barat bertemakan air, Tengah bertemakan taman, dan Timur bertemakan alam.

Pengunjung akan mendapatkan pengalaman yang berbeda dan unik di setiap zonanya. Hal yang menarik adalah di tepi danau di dalam ecopark Taman Bhinneka itu direncanakan akan dibangun rumah-rumah ibadah dengan desain yang ikonik.

Salah satu rumah ibadah di sini yaitu Masjid Agung PIK2, yang menjadi pusat dari Halal District PIK2 seluas 4,5 Ha. Di kanan dan kiri masjid akan hadir pusat kuliner dan wisata halal seperti Haji Lane di Singapura, serta pasar tradisional yang dikelola secara modern, seperti Geylang Serai Singapura.

Baca juga:  Indonesia Tawarkan Tiga Proyek Investasi ke Jepang

Selain masjid, juga direncanakan untuk dibangun gereja katolik, vihara dan kuil. Rencananya juga disiapkan sekolah, rumah sakit, dan area bermain anak terbesar yang semuanya didesain menyatu dengan alam. “Fasilitas tersebut adalah fasilitas esensial dan mendasar untuk sebuah komunitas lengkap. Selain sebagai paru-paru kota, ecopark juga diharapkan menjadi pusat kegiatan. Sehingga tidak menjadi ruang hijau yang pasif,” ujar Rida.

Untuk miniatur kehidupan dari berbagai negara yang dihadirkan dalam Ecopark ini adalah Xinjiang, Moroko, Korea, Thailand, Jepang, Tiongkok, India, Italia, dan Vietnam. Nantinya di masing-masing area tersebut akan terdapat sejumlah landmark khas. Misalnya di Area India akan dihadirkan miniatur Shiva Mandhir, Kuil Kebudayaan Hindu.

Sementara itu, Harun Mahbub, Redaktur Pelaksana KLY Group, mengatakan keberagaman di Indonesia merupakan sesuatu yang harus dijaga. Untuk menjaga keberagaman ini, ia menilai salah satu caranya adalah mendirikan bangunan-bangunan yang mencirikan keberagaman itu.

Baca juga:  Vonis SYL Diperberat Jadi 12 Tahun di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Harun Mahbub yang sepanjang karier jurnalistiknya banyak mendapatkan kisah-kisah menarik seputar akulturasi budaya mengakui Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai persatuan yang kokoh, justru karena kebhinekaannya. Seperti saat berada di Singkawang, Kalimantan Barat, ia mengunjungi kawasan yang memiliki tiga tempat ibadah dalam satu areal, yaitu klenteng, gereja, dan masjid. “Saya percaya di kawasan itu pasti masyarakatnya rukun dan menghormati keberagaman,” ujarnya.

Ia menilai keberagaman yang dihadirkan di Ecopark PIK2 sangat tepat. Karena Indonesia merupakan negara yang menghormati keberagaman dan telah dibuktikan lewat adanya akulturasi budaya di berbagai wilayah nusantara sejak zaman dulu. “Saya sangat mengapresiasi inisiatif pengembang dalam merancang Ecopark di PIK 2. Akan lebih baik lagi jika juga disebarluaskan ke wilayah lain,” kata penulis buku “#2 Jam Bisa Jadi Wartawan ini. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN