SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Tista Kecamatan Buleleng salah satu desa adat yang dekat dnegan jantung Kota Singaraja. Wewidangan desa adat ini bisa dibilang kecil dengan jumlah krama desa yang tercatat sekitar 140 kepala keluarga (KK). Kendati demikian, tanggung jawab desa adat utamanya pada baga prayangan cukup besar. Untuk melaksanakan tanggung jawab itu, krama Desa Adat Tista terbantu berkat kucuran dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang dikucurkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
Kelian Desa Adat Tista, Jro Nyoman Supardi, Rabu (15/2) mengatakan, sejak terbentuknya, wewidangan Desa Adat Tista terdiri dari dua banjar adat. Dua banjar adat itu dikenal dengan nama Banjar Adat Delod (Utara) Margi dan Banjar Adat Dajan (Selatan) Margi. Profesi harian krama desa ini sebagian besar menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan sisanya menggeluti usaha wiraswasta.
Berdasarkan dresta yang hingga sekarang diwarisi, Desa Adat Tista memiliki Pura Kahyangan Tiga yang terdiri dari Pura Desa, Puseh, dan Pura Dalem. Di samping itu juga memiliki Pura Kahyangan Desa yaitu, Pura Taman, Pura Pucak, dan Pura Bencingah. “Jadi ini yang kami warisi yang memang secara wilayah kecil dan krama sedikit, namun tanggung jawab kami terutama pada baga parhyangan ini begitu besar,” katanya.
Sesuai tanggung jawab sebagai krama desa dituntut menjaga kelestarian prayangan, juga melaksanakan upacara dan piodalan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan tanggung jawab krama desa belakangan ini terbantu berkat kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster, melalui visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB) Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Eara Baru. Lewat kebijakan ini, desa adat yang dipimpinnya itu menerima BKK setiap tahun.
Dari kucuran dana itu sekarang telah memberikan manfaat dan terbukti meringankan beban krama desa itu sendiri. Utamanya, pada saat desa adat melangsungkan upacara dan piodalan yang notabene memerlukan biaya yang memadai. Sehingga berkat kucuran BKK itu, beban krama desa sekarang menjadi lebih ringan. “Jujur, desa adat kami minim sekali pendapatan atau tidak punya aset dan pelaba desa, namun di sisi lain tanggung jawab untuk melaksanakan upacara dan piodalan itu sangat besar, sehingga kami terbantu dengan perhatian Gubernur yang mengalokasikan BKK itu,” tegasnya.
Selain untuk membantu upacara dan piodalan, kebijakan yang dijalankan desa adat adalah melakukan pembangunan fisik pada baga prayangan. Sejak menerima BKK, beberapa program pembangunan fisik telah dijalankan, seperti di Pura Taman membangun Bale Gong. Kemudian membangun Bale Pebatan juga di Pura Taman. Selain itu, beberapa perehaban juga telah dilakukan di beberapa pura yang lain.
Sementara pada baga palemahan, desa adat selama ini memang memiliki tanah plaba desa, tetapi jumlahnya minim. Ditambah lagi kondisinya cukup lama dibiarkan terbengkalai dan tak terawat. Untuk itu, dengan memanfaatkan BKK dan sesuai petunjuk pelaksanaan, pihaknya melaksanakan penataan tanah pelaba desa. Dari program ini, sekarang tanah plaba desa menjadi jelas dan bisa difungsikan, padahal sebelumnya tidak memberikan manfaat. (Mudiarta/balipost)