DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster mendapat kehormatan berpidato tentang Pemuliaan Sumber Air melalui Upakara Tumpek Uye di Kick-Off Meeting 10th World Water Forum (WWF) yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (15/2). Di hadapan Presiden World Water Council (WWC), Mr. Luic Fauchon beserta para anggota Board of Governor World Water Council, Gubernur Koster menegaskan masyarakat Bali di dalam melakukan penyucian dan pemuliaan sumber air secara turun-temurun melaksanakan upakara Tumpek Uye secara niskala/religi dan sakala untuk kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan manusia.
Menurut Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini, bagi masyarakat Bali air memiliki fungsi secara niskala/religi dan sakala. Dimana, secara niskala/religi, air berfungsi sebagai tirta, untuk kepentingan upakara adat dan untuk menyucikan/pembersihan diri.
Sedangkan, secara sakala air berfungsi sebagai sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan masyarakat, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, dan untuk pertanian.
Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. Wayan “Kun” Adnyana, S.Sn., M.Sn., mengatakan Gubernur Bali, Wayan Koster secara fundamental mengarahkan visi pembangunan pada upaya serius dan menyemesta terkait kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya. Termasuk tentang penyucian dan pemuliaan air. Kebijakan pemuliaan sumber air sesuai kearifan lokal Danu Kerthi, termasuk di dalamnya pemuliaan danau, mata air, sungai, pantai, dan laut. Hal ini terimplementasi dari hulu kebijakan berupa Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, dan juga Surat Edaran tentang Tata-Titi Kehidupan berdasar Kearifan Lokal Sad Kerthi, yang memaknai Tumpek Uye sebagai momentum pemuliaan air termasuk biota air, seperti berbagai jenis ikan, mamalia air, dan terumbu karang. Selain tentu juga pemuliaan pada beragam binatang dan ternak.
Mantan Kepada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini, mengatakan pada pembangunan infrastruktur juga memediasi pembangunan bendungan, termasuk konservasi danau dan pantai. Kebijakan yang selaras dengan pemuliaan alam Bali, terutama menjaga stabilitas ketersediaan air bersih oleh Gubernur Koster ini tentu membutuhkan partisipasi sekaligus inisiatif kepada seluruh masyarakat Bali. “Mari jadikan momentum besar World Water Forum sebagai aktualisasi dan kerja bersama dalam pemuliaan seluruh sumber air Bali, dari empat danau di hulu, mata air dan aliran sungai di tengah, dan pantai juga laut di hilir,” tandas Prof. “Kun” Adnyana, Senin (20/2).
Pengamat Lingkungan, Dr. I Made Sudarma, M.S., mengapresiasi langkah Gubernur Koster dalam menyucikan dan memuliakan sumber air melalui Upakara Tumpek Uye. Apalagi, ini di sampaikan dalam forum intenasional. Menurutnya, air merupakan suatu sumber daya alam yang sangat berperan penting dalam kehidupan. Tiada kehidupan yang dapat berlanjut tanpa adanya air. Air merupakan barang yang tidak memiliki substitusi atau pengganti. Berbagai jenis minuman yang ada adalah berbahan dasar air. Berbeda dengan pangan, seperti beras. Kita tidak akan apa-apa bila tidak memakan nasi (beras) dan tetap masih bisa bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama, karena beras bisa digantikan oleh ubi, jagung, sagu, dan lainnya. Tapi bilamana air tidak ada, adakah penggantinya ? Bahkan manakala air tidak ada, maka tumbuhan dan hewan sebagai sumber makanan penyedia dan penopang kehidupan manusia pun tidak akan dapat tersedia dengan baik. Dengan demikian betapa sangat berartinya air.
Terlebih, apabila dilihat dalam tubuh manusia, 2/3 atau sekitar 60-70 % dari berat tubuh mengandung air.Juga disadari bahwa hampir semua kehidupan ini berawal dari air, membutuhkan air, dan kembali lagi menjadi air. Air banyak dibutuhkan dan dimanfaatakn oleh manusia dalam berbagai sendi kehidupan. Di samping dimanfaatakn oleh manusia, tumbuhan, dan hewan, berbagai mahluk hidup lainnya juga membutuhkan air.
Masalahnya sekarang adalah apakah kita sadar akan pentingnya air untuk kehidupan berkelanjutan semua mahluk hidup di atas bumi? Dan seberapa besar kita telah merawat, memelihara dan menjaganya. Sehingga air terus tetap tersedia untuk kehidupan saat ini dan juga bagi generasi yang akan datang. Bahkan, kita sering menyalahkan hujan atau kekeringan. Teriak hujan karena membawa banjir dan longsor, serta teriak kekeringan di saat kemarau karena kekurangan air. Bukankah di saat musim hujan Tuhan sudah berbaik hati memberikan kita kemudahan karena telah mengolah air laut menjadi air tawar ? Hujan telah menyediakan air tawar dan manusia diminta untuk menyimpan dan menampungnya dengan baik karena akan menjadi cadangan disaat musim kemarau. Hutan, daerah aliran sungai (DAS) adalah tempat menyimpan atau menampung air di saat dimusim hujan.
Karena begitu pentingnya arti air dalam kehidupan dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam semesta, Sudarma menegaskan bahwa air sangat perlu dimuliakan. Perlu diposisikan sebagai benda yang harus dijaga, dirawat keberlanjutannya. Baik dari segi kuantitas (jumlah) maupun kualitas. Apalagi, Agama Hindu sangat jelas memposisikan air sebagai “barang” yang sangat dimuliakan. Bahkan, Agama Hindu sering disebut agama tirtha (air), karena setiap upacara ritual yang berlangsung selalu ada tirtha. Segala proses keagamaan orang Hindu selalu dimulai dan diakhiri dengan tirtha.
“Untuk itu, program memuliakan air dari Bapak Gubernur Bali, Wayan Koster sangat relevan dan seharusnya didukung bersama melalui upaya-upaya yang dapat menjaga keberlanjutan ketersediaan air. Ancaman perubahan iklim yang terus membayangi dan mengintai telah memberikan ancaman yang sangat luas dan serius pada semua sektor dan sendi kehidupan. Karenanya menjaga sumberdaya air, seperti danau, mata air, sungai, laut dan lainnnya seperti yang dituangkan dalam Pergub Nomor 24/2020 adalah menjadi tanggung jawab bersama,” tandas Made Sudarma.
Dalam upaya memuliakan sumber air, Pemerintah Provinsi Bali telah memberlakukan kebijakan yang dituangkan dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru, yang mulai berlaku tanggal 4 Januari 2022. Secara sakala, Pemerintah Provinsi Bali memberlakukan kebijakan yang diatur dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut, yang mulai berlaku tanggal 29 Mei 2020. (Kmb/Balipost)