MANGUPURA, BALIPOST.com – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (28/2) kembali, melanjutkan sidang pembuktian perkara korupsi LPD Desa Adat Sangeh, dengan terdakwa Nyoman Agus Aryadi. Dalam sidang ini, JPU Yusmawati dan Teguh dari Kejati Bali, menghadirkan lima orang badan pengawas sebagai saksi.
Kelima orang tersebut adalah Ida Bagus Divayana, I Made Merta Sedana, Ida Bagus Putu Gede, Kadek Toni Susanto dan I Nyoman Pucuk Artana. Terdakwa Agus Aryadi dalam menghadapi perkaranya didampingi Putu Angga Pratama Sukma, I Made Mastra Arjawa, Made Arjawa dan I Made Sudirga dari Kahyangan Law Office.
Dalam sidang yang berlangsung hingga sore, majelis hakim yang dipimpin Agus Akhyudi, banyak menggali soal aliran dana LPD Adat Sangeh ke BPR Desa Adat Sangeh. Bahkan dalam persidangan, terkuak ada Rp3,5 miliar dana LPD Desa Adat Sangeh yang dipinjamkan ke BPR Desa Sangeh atas nama peminjam Ida Bagus Duniarta.
Inilah yang dikejar hakim, apalagi peminjaman menggunakan nama pribadi dalam tujuh kali bentuk pinjaman. “Siapa inisiatif atau pencetus menggunakan dana LPD ke BPR?” tanya hakim.
Saksi kemudian menjawab, hal itu berdasarkan kesepakatan saat paruman. Pun soal penggunaan nama yang dipakai Ida Bagus Duniarta. Dijelaskan, dalam rapat bersama prajuru, disepakati penyelamatan PT. BPR Desa Sangeh, yang salah satunya adalah melalui pinjaman dana Rp3,5 miliar dari LPD. Segala kewajiban tersebut akan dibebankan kepada BPR dengan harapan BPR mampu menagih utang kepada debiturnya yang kredit fiktifnya di cassy (dibeli) oleh pemegang saham.
Namun, pada kenyataannya BPR tidak mampu melakukannya karena tidak mampu menagih utang-utang tersebut. Agar masalah tidak berlarut-larut, terutama yang berkaitan dengan kewajiban desa adat kepada LPD, maka disepakati oleh semua peserta rapat bahwa kewajiban desa adat akan dikompensasi sebagai dana penyertaan LPD pada BPR, atau dengan kata lain dana sekitar Rp3,5 miliar, oleh LPD, ditempatkan sebagai modal penyertaan pada BPR. (Miasa/balipost)