Aksi Damai - Warga Desa Adat Banyuasri, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng kembali melakukan aksi damai ke kantor MDA Buleleng, Kamis (2/3). (BP/Mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Warga Desa Adat Banyuasri, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng, kembali melakukan aksi damai, Kamis (2/3). Pada aksi kedua ini, warga desa adat kembali datang ke kantor Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng.

Warga adat ini tetap pada pernyataan sikap saat aksi pertama, yaitu menolak keputusan Sabha Kertha MDA Provinsi Bali yang menyatakan bahwa Pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri tidak sah dan harus diulang. Kemudian, dari aksi kedua, warga adat menuntut agar MDA Bali bertanggung jawab dan hadir pada paruman Desa Adat Banyuasri untuk mencari jalan keluar dan mengakhiri kisruh yang sekarang sedang terjadi.

Pantauan di lapangan, sekitar pukul 09.00 WITA, warga memulai aksi damainya. Diawali dengan berkumpul di Sekretariat Desa Adat Banyuasri.

Baca juga:  Mengkhawatirkan, Produktivitas Menulis Turun Signifikan

Dari tempat ini, warga yang berpakaian adat madya kemudian menuju kantor MDA Buleleng. Sampai di Kantor MDA, warga adat juga membentangkan spanduk yang bertuliskan penolakan atas keputusan Sabha Kertha MDA Bali.

Sementara dari surat berjudul “Satya Wacana” Warga Desa Adat Banyuasri berisikan beberapa poin diantaranya, aksi damai yang kedua kali ini dilakukan untuk menuntut agar MDA Bali menghadiri undangan Paruman Desa Adat Banyuasri untuk bertanggung jawab mencari solusi untuk mengakhiri yang terjadi belakangan ini. Tuntutan ini karena pemicu kekisruhan adalah keputusan Sabha Kertha MDA Bali. Seluruh keputusan itu telah ditolak karena dianggap terlalu mengintervensi urusan rumah tangga Desa Adat Banyuasri.

Pada poin lainnya, dua kali melaksanakan aksi damai ini harusnya dipahami sebagai bentuk penghormatan warga adat kepada MDA yang menaungi desa adat di Bali. Warga sendiri sangat menghargai eksistensi dan keyakinan kepada MDA akan bisa menyelesaikan kisruh yang terjadi. Tetapi, jika MDA tidak bisa melaksanakan tugas dan wewenangnya, warga mempertanyakan terkait eksistensi MDA. “Hanya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) lalu “tidur pulas” tidak peduli dengan kekisruhan yang terjadi,” tulis warga adat pada surat “Satya Wacana”.

Baca juga:  Empat Kabupaten Ini Rawan Ledakan Kasus DB

Menanggapi tuntutan itu, Ketua MDA Buleleng Dewa Putu Budarsa berjanji akan memfasilitasi agar semua tuntutan warga Desa Adat Banyuasri terpenuhi. Sejak kisruh terjadi, seluruh permintaan krama Desa Adat Banyuasri terkait ketidakpuasan atas terbitnya keputusan sabha kertha telah disampaikan ke MDA Bali.

“Silakan disampaikan kalau hari ini ada lagi agar segera bisa ditindaklanjuti,” katanya.

Setelah mendengar tanggapan itu, warga Desa Adat Banyuasri kemudian mengakhiri aksi damai tersebut. Warga kemudian meninggalkan gedung MDA Buleleng dan kembali berkumpul ke Sekretariat Desa Adat Banyuasri.

Baca juga:  Dituntut 7,5 Tahun, Rekanan Kasus Masker Divonis Bebas Hakim Tipikor

Sebelum membubarkan diri ke rumah masing-masing, seluruh spanduk dibentangkan di depan pagar Sekretariat Desa Adat Banyuasri.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri sempat diwarnai kisruh. Proses pemilihan ini sempat diadukan oleh sejumlah warga adat ke MDA Bali, sehingga terbit Keputusan Sabha Kertha MDA Bali yang menyatakan pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri tidak sah diminta diulang.

Kisruh juga semakin meruncing, sampai berujung 11 kepala keluarga (KK) warga desa adat mendapat sanksi kasepekang. Mereka dinilai melakukan pelanggaran peraram dan awig-awig desa adat. (Mudiarta/Balipost)

BAGIKAN