MANGUPURA, BALIPOST.com – Jalan alternatif di Pantai Jimbaran untuk mengurai kemacetan kembali diusulkan tiga lembaga yang ada di Jimbaran, yaitu kelurahan, LPM dan desa adat. Usulan tersebut kembali disampaikan setelah sejumlah pihak, baik pengusaha maupun nelayan yang asetnya terkena jalur telah setuju dan mendukung pembangunan jalan tersebut.
Selain telah disampaikan pada musrenbang kecamatan, usulan tersebut juga diajukan kepada Sekda Badung Wayan Adi Arnawa. Hal itu sangat disambut baik, bahkan direncanakan akan dikembangkan menjadi bagian dari jalur lingkar selatan ke depannya.
Ketua LPM Jimbaran Made Darmayasa menyampaikan, pengadaan jalan tersebut merupakan hal yang sangat diperlukan bagi masyarakat Jimbaran pada khususnya dan pengendara pada umumnya. Dengan adanya jalan alternatif tersebut, maka kemacetan yang terjadi di Jalan Uluwatu akan ada solusinya, terutama saat dilaksanakannya upacara di Pura Ulun Swi yang rutin dilaksanakan setiap 15 hari, maka arus lalu lintas bisa diarahkan ke jalan alternatif tersebut.
“Pada saat ada upacara di Pura Ulun Swi, memang Jalan Uluwatu selalu macet. Sebab, itu terkadang berbarengan dengan arus kepulangan pengunjung penonton kecak di DTW Uluwatu. Belum lagi arus wisatawan yang ingin kulineran. Jadi, jalan alternatif ini sangat urgent sifatnya,” katanya, Minggu (5/3).
Jalan alternatif yang dimaksud adalah jalan pinggir pantai yang menghubungkan Kafe 9 Jimbaran sampai ke dekat akses jalan lapangan Yoga Perkanthi, dengan panjang sekitar 400 meter. Badan jalan akses pada sisi utara (dekat lapangan), sebenarnya sudah ada dan dilengkapi trotoar. Namun akses itu belum nyambung hingga ke sisi selatan (Kafe 9), serta belum ada badan jalan maupun trotoar.
Usulan tersebut sebenarnya sudah sempat diajukan di tahun 2015 kepada Pemkab Badung, namun belum bisa diwujudkan karena belum terjalin kesepakatan. Namun, saat ini semua pihak terkait sudah mendukung dan menyatakan setuju selama demi kepentingan umum.
Adapun total badan jalan yang diperlukan sekitar 9 meter. Sebanyak 8 meter diantaranya diajukan untuk badan jalan dan 1 meter untuk pengadaan 1 trotoar. Jalan tersebut memang tidak memungkinkan untuk 2 trotoar, karena mepet dengan bangunan lainnya yang sudah ada. Rancangan usulan jalan itu sudah dibuat secara swadaya, termasuk desain yang nantinya didiskusikan kembali dengan Sekda Badung.
Untuk merealisasikan jalan tersebut memang perlu upaya pergeseran beberapa bangunan yang saat ini berdiri di lahan terkait. Di antaranya, 3 unit bangunan bangsal, 9 unit dapur bangunan kafe, 3 warung masyarakat, balai kelompok nelayan, sedangkan sisanya berupa batas sempadan pantai.
Tidak ada proses ganti rugi atas pembangunan jalan, melainkan akan ada penggantian bangunan yang terkena proyek. Bangunan tersebut akan dimajukan dari posisi sekarang dan itu sudah disanggupi.
Untuk melakukan relokasi bangunan yang terkena jalur, diperkirakan memerlukan anggaran senilai Rp4 miliar. Sedangkan perhitungan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan trotoar akan diserahkan kepada pemkab yang mengkaji secara teknis.
Berdasarkan diskusi dengan Sekda Adi Arnawa, diharapkan jalan tersebut bisa dimasukkan dalam anggaran perubahan tahun 2023. Jika proyek sudah rampung, Pemkab Badung ingin menjadikan jalan tersebut menjadi bagian dari jalur lingkar selatan dari arah Ayana.
Ini sangat memungkinkan mengingat jalan tersebut juga dapat tembus ke arah Pantai Kedonganan. Tinggal badan jalan perlu dilebarkan sedikit agar sesuai dengan ukuran jalan kabupaten.
“Awalnya konsep Pak Sekda ingin jalan lingkar selatan itu dibalikkan lagi ke Jalan Uluwatu 2 setelah tembus di Ayana. Begitu kita ada rencana mengusulkan jalan, ini langsung disambut agar alur keluar jalan lingkar selatan dapat diluruskan saja di pinggir pantai,” jelasnya.
Di sisi lain, pembuatan akses jalan alternatif itu sebenarnya ingin diusulkan tembus sampai ke Kafe 19. Namun, karena sudah sangat mendesak, maka proyek yang diusulkan terlebih dahulu hanya sampai ke Pantai Muaya. Ke depan, pihaknya juga akan mengusulkan penataan kawasan Pantai Jimbaran agar punya daya tarik wisata baru. Lengkap dengan zonasi, baik zona upacara, nelayan, ekonomi dan sebagainya. (Yudi Karnaedi/balipost)