TABANAN, BALIPOST.com – Desa Adat Kediri, Kabupaten Tabanan memastikan akan kembali menggelar tradisi tektekan jelang hari raya Nyepi tahun ini. Bahkan berbagai persiapan untuk lancarnya pelaksanaan tradisi turun-temurun ini sudah terus dimatangkan prajuru desa adat.
Mulai dari kesiapan lokasi pementasan termasuk koordinasi terkait rencana pengalihan arus lalu lintas. Tradisi yang sangat ditunggu-tunggu warga masyarakat Kediri ini akan digelar 17 Maret sampai dengan 20 Maret 2023. Bahkan, latihan di masing-masing banjar sudah mulai dilakukan sejak, Sabtu (11/3).
Seperti diketahui, tradisi tektekan di Desa Adat Kediri jelang hari raya Nyepi ini sempat ditiadakan selama dua tahun lantaran pandemi Covid-19. Bila di tempat lain, kegiatan Nyepi disambut dengan pembuatan dan parade ogoh-ogoh atau keplug-keplugan, namun di Kediri justru digelar atraksi budaya berupa Tektekan.
Bendesa Adat Kediri, Ida Bagus Ketut Arsana mengatakan, tradisi ini akan digelar selama empat hari melibatkan seluruh krama Kediri, dengan titik pentas di depan kantor Dinas Perhubungan Tabanan. Dimana sebelum menuju titik pentas, iring-iringan tektekan akan mengelilingi banjarnya masing-masing lengkap dengan membawa kentongan, okokan (keroncongan sapi besar), seperangkat gambelan, tedung, dan lain-lainnya.
Lanjut kata Ida bagus Arsana, meski sudah dua tahun tidak digelar, namun dalam pelaksanaannya kali ini tidak ada ritual atau upacara khusus yang dilakukan. Hanya saja, sebelum nantinya iring-iringan tektekan ini keliling desa adat, atau pada 17 Maret, di masing-masing banjar menghaturkan segehan agung, mengawali pelaksanaan tradisi tektekan. “Jadi tidak ada upacara khusus, termasuk penyucian ke beji juga tidak ada, hanya dihaturkan segehan agung di masing-masing banjar sebelum tektekan ini keliling desa adat,” ucapnya, Minggu (12/3).
Bahkan semangat krama untuk tradisi ini kembali digelar diakuinya sangat luar biasa, terbukti dari latihan yang sudah dilakukan di masing-masing banjar. “Dari kemarin sudah ada yang latihan di banjar masing-masing, tidak sampai keluar banjar atau desa, nanti di tanggal 17 baru mulai keliling desa adat,” jelasnya. Selama empat hari itu seluruh krama, mulai dari anak-anak, ibu-ibu PKK hingga anak remaja akan ikut terlibat, dan tektekan ini dimulai pukul 19.30 wita
Tradisi tektekan di wilayah desa Pekraman Kediri ini menurutnya merupakan warisan turun-temurun. Bahkan sampai saat ini tidak tercatat tentang sejarah kemunculannya. Namun konon, para tetua pernah menceritakan jika sebelumnya tradisi ini muncul bersamaan dari gerubug atau wabah yang terjadi di Kediri, sehingga disebut dengan tradisi Tektekan Nangluk Merana. Hanya saja seiring perkembangan zaman, atau tepatnya mulai tahun 2014 tradisi tektekan mulai berfungsi menjadi sebuah seni hiburan dalam bentuk seni tabuh. Bahkan desa setempat sepakat menggelar tradisi ini sebagai atraksi tahunan tepatnya saat umat Hindu akan merayakan hari raya Nyepi.
Untuk kegiatan tradisi ini ada tujuh banjar di wilayah desa Pekraman Kediri yang akan tampil dibagi dalam dua kelompok. Lanjut kata Ida Bagus Arsana, sejatinya tradisi ini adalah sebuah ritual sakral yang dipercaya Desa Adat Kediri untuk mengusir wabah penyakit atau hama. “Kami sediakan waktu 15 menit tiap banjar untuk pentas membawakan kreatifitas yang dibuat,” tegasnya.
Ia pun berharap dengan digelarnya tradisi Tektekan Nangkluk Merana ini seluruh hama dan penyakit di wewidangan Desa Adat Kediri ternetralisir sehingga saat perayaan Nyepi menjadi harmonis aman dan tentram. (Puspawati/balipost)