Rektor Unud usai menjalani pemeriksan di Kejati Bali, Senin (13/3). (BP/Dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pascapenetapan tersangka Rektor Unud, Prof. Dr. Ir. Nyoman Gde Antara, M.Eng., atas dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) seleksi penerimaan mahasiswa baru Universitas Udayana (Unud) pada jalur mandiri Tahun Akademik 2018/2019 sampai dengan Tahun Akademik 2022/2023, pihak Unud membebekan dasar hukum pungutan dana SPI. Sebagaimana rilis yang disampaikan Tim Hukum Unud, Dr. I Nyoman Sukandia, melalui Jubir Rektor Senja Pratiwi, Selasa (14/3), pihak Unud menyebutkan dasar hukum sebagai regulasi dalam penerimaan mahasiswa, baik itu Peraturan Menteri maupun SK Rektor.

Dikatakan, SPI sudah berlangsung sejak 2018 di Unud. Pertimbanganya adalah Permendikbud RI No. 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Guna menjamin kepastian hukum di tingkat universitas, maka dasar hukum pemberlakuan SPI juga diatur di dalam Keputusan Rektor Universitas Udayana
Nomor 476/UN14/HK/2022 tentang Sumbangan Pengembangan Institusi Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun Akademik 2022/2023,” jelasnya.

Baca juga:  Angin Puting Beliung Landa Badung, Rumah Warga di Kerobokan Kaja Rusak

Soal mekanisme perhitungan SPI, itu ada di masing-masing fakultas. Perhitungan SPI turut mempertimbangkan biaya operasional masing-masing fakultas.

Namun demikian, penentuan besaran nominalnya juga sudah disesuaikan dengan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Permendikbud No. 25 Tahun 2020. Dari data yang tercatat dalam rekening koran, diketahui bahwa perolehan SPI Unud dari tahun 2018 hingga 2022 sebesar Rp335.251.590.691.

Dana itu seluruhnya dibayarkan melalui rekening negara oleh mahasiswa yang telah dinyatakan lulus, dan dipastikan tidak ada masuk ke rekening pribadi. Dana SPI yang terkumpul di dalam rekening negara selanjutnya terakumulasi dengan pendapatan lain Unud yang sah, sehingga dana SPI kemudian dapat digolongkan sebagai komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Baca juga:  Kapolri dan Wakil Ketua DPR RI Temui Mahasiswa, Janji Respons Tuntutan

Pihak Unud juga mempertanyakan mengenai besaran nominal kerugian negara dan kerugian perekonomian negara, sebagaimana dimuat dalam rilis yang dibuat oleh pihak Kejaksaan Tinggi Bali. Besaran nominal yang dicantumkan dalam rilis kejaksaan disebut tidak sesuai dengan fakta pengelolaan keuangan negara oleh Unud.

Kasipenkum Putu Agus Eka Sabana yang kembali dikonfirmasi, Selasa (14/3) menjelaskan harus dibedakan antara kerugian keuangan negara dan perekonomian negara. Sebagaimana dalam rilis, kata Eka Sabana, dalam kasus ini merugikan keuangan negara sekitar Rp105,39 miliar, persisnya Rp105.390.206.993 dan Rp.3.945.464.100. Sedangkan perekonomian negara sekitar Rp334.572.085.691. Jika potensi kerugian keuangan negara dan perekonomian negara ditotal, memang mencapai angka Rp443 miliar. (Miasa/balipost)

Baca juga:  Makin Turun! Tambahan Kasus COVID-19 Nasional di Bawah 5.000
BAGIKAN